Virus Corona Datang Ketika Dunia Pendidikan Belum Siap

Loading

Oleh : Piter Boy Situmorang

Independensi.com – Siapa yang tidak tahu virus corona? Keberadaanya langsung menggetarkan seluruh dunia. Virus mematikan yang satu ini pertama kali muncul di Wuhan, China. Virus ini begitu cepat penyebarannya. Bayangkan saja hanya butuh waktu satu bulan virus ini telah menyerang ratusan negara, termasuk Indonesia.

Bermula saat dua warga negara Indonesia yang divonis terjangkit virus corona pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat awal Maret 2020 lalu. Begitu cepatnya penyebaran virus ini sampai  pada 2 mei 2020 pasien positif corona di Indonesia mencapai 10.551 pasien.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan status Pematasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atas lockdown versi pemerintah. Lewat penutupan akses masuk maupun akses keluar suatu daerah yang terdampak, maka diharapkan penyebaran virus ini bisa dihentikan. Kebijakan pemerintah lainnya adalah isolasi atau menjalani masa karantina terhadap orang yang datang dari luar daerah.

Kebijakan pemerintah tersebut tentu saja berdampak terhadap aktivitas masyarakat. Semua kegiatan yang sifatnya mengumpulkan orang dilarang. Salah satu yang terdampak adalah dunia pedidikan. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim menyampaikan bahwa kegiatan belajar mulai dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggu harus diadakan secara online.

Kelihatannya sederhana namun banyak pihak yang mengeluhkan diadakannya pembelajaran secara online ini.  Banyak  pihak yang mengeluhkan mengenai biaya paket yang diadakan dan adapula yang berkeluh kesah tentang susahnya mendapatkan akses jaringan dimana mereka tinggal.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, banyak sekali siswa dan siswi maupun mahasiswa yang mengeluhkan sistem belajar online ini. Mereka menganggap belajar online bukanlah jalan keluar untuk masalah ini. Belum lagi banyak siswa yang menganggap guru memberikan tugas di luar kemampuan mereka. Guru memberikan mereka tugas begitu banyak dan mereka belum siap untuk itu.

Guna menyelesaikan masalah ini, tentu saja  siswa maupun mahasiswa harus bernegoisasi dengan para guru maupun dosen. Mereka  menyampaikan keluh  kesah kepada guru maupun dosen. Untuk itu, tentu saja guru dan dosen wajib memberikan keringanan untuk mereka.

Kapan akhir drama ini berakhir?  Ini semua tergantung kita. Intinya,  taatilah aturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti, rajin mencuci tangan, hindari kerumunan, jaga jarak dan jangan keluar rumah jika sekiranya itu tidak penting.

Tentu saja penulisan ini tidak terlepas dari pandangan subjektif penulis yang mungkin bisa keliru. Terlepas dari itu, semoga apa yang penulis sampaikan dapat menjadi masukan dan bermanfaat bagi kita semua. (*)

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Raja Ali Haji Provinsi Riau