Foto Baokng (kiri dan Udin Balok (kanan)

Bisnis Ilmu Kebal, Udin Balok dan Baokng Rusak Citra Dayak

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Dewan Pimpinan Pusat Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN) menilai, Saprudin alias Udin Balok yang menjual ilmu kebal kepada sejumlah oknum di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia, telah merusak citra humanisme orang Dayak secara keseluruhan di Pulau Borneo.

Hal yang sama ditujukan kepada seseorang yang dimana-mana mengaku diri sebagai Panglima Baokng, untuk segera menghentikan aktifitasnya, karena hasil penelusuran, bukan sebagai orang Dayak.

Hal itu dikemukakan Ketua Bidang Peradilan Adat DPP MHADN, Tobias Ranggie (Panglima Jambul), Minggu, 31 Mei 2020, menanggapi Press Release Presiden Dayak International Organization, Datuk Dr Jeffrey G Kitingan dan Sekretaris Jenderal, Dr Yulius Yohanes, M.Si, Senin, 26 Mei 2020.

“Ini implikasinya lebih luas, karena bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap Kebudayaan Suku Dayak. Harus segera ditangkap, dan Majelis Bobolian Sabah, mesti segera menggelar peradilan adat terhadap Udin Balok,” kata Tobias Ranggie.

Dalam Press Release, Dayak International Organization, meminta organisasi kemasyarakatan Dayak, melapor kepada otoritas berwenang dan menuntut sesuai religi Dayak (hukum adat), apabila masih menemukan Udin Balok melakukan indikasi praktik penyalahgunaan jenis religi Dayak untuk kepentingan pribadi, mengatasnamakan orang Dayak.

Hasil penelusuran Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, ternyata Udin Balok, dimana sering mengklaim diri sebagai Panglima Kumbang, bersama seseorang yang sering mengaku sebagai Panglima Baokn, ternyata keduanya bukan orang Dayak.

Khusus Udin Balok, hasil penesuluran Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, menurut Tobias Ranggie, ternyata orang dari Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, dan pada tahun 2000 pernah menetap di Desa Bajarum, di pinggir Sungai Mentaya, berjarak 5 kilometer dari Ibu Kota Kecamatan Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, dan sekarang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya.

“Kepada otoritas yang berwenang di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, untuk dapat melakukan langkah-langkah antisipatif terhadap Udin Balok dan Baokng. Karena kalau dibiarkan berlarut-larut, bisa berpotensi memancing kemarahan kolektif masyarakat Suku Dayak,” kata Tobias Ranggie.

Menurut Tobias Ranggie, apa yang dilakukan Udin Balok dan Baokng, memang membuktikan mereka sangat tidak paham akan hakekat religi Dayak, karena mereka bukan orang Dayak.

Tapi mereka hanya ingin mengeksploitasi religi Dayak yang dalam aplikasinya, kaya akan substansi keharmonisan, perdamaian, cinta kasih, penghargai kemanusiaan, keberagaman, keseimbangan hidup dengan alam, mengutamakan kearifan, kebijaksanaan, toleransi dan sejenisnya.

“Orang Dayak sangat tidak terima, kalau aplikasi religi Dayak dan aksesoris Dayak digunakan untuk gagah-gagahan menempatkan diri sebagai centeng para pelaku kriminal, pelaku intolerans yang baru keluar dari penjara. Ini sudah sangat mengusik rasa ketenangan orang Dayak,” kata Tobias Ranggie.

Diungkapkan Tobias, apa yang dilakukan Udin Balok dan Baokng, bertentangan dengan unsur religiositas dan spritualitas di dalam religi Suku Dayak yang menganut trilogi peradaban kebudayaan yaitu, hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta hormat dan patuh kepada negara.

Trilogi peradaban kebudayaan dimaksud, telah membentuk karakter dan jatidiri manusia Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, berdamai dan serasi dengan sesama, serta berdamai dan serasi dengan negara.

Faktor pembentuk karakter dan jatidiri manusia Suku Dayak beradat, lahir dari sistem religi Dayak dengan sumber doktrin legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak, dengan menempatkan hutan sebagai simbol dan sumber peradaban.

“Langkah Udin Balok dan Baokng, harus segera dihentikan, apapun alasannya, karena implikasikan merusak citra masyarakat Suku Dayak secara keseluruhan,” kata Tobias Ranggie.

Menurut Tobias, sangat tidak benar, kalau diklaim orang Dayak itu kebal, sehingga ilmu kebal orang Dayak bisa menjadi ajang bisnis. Orang yang mengklaim orang Dayak punya ilmu kebal, seperti dilakukan Udin Balok dan Baokng, karena keduanya tidak mengerti religiositas dan spiritualitas religi Dayak.

Diungkapkan Tobias, kalaupun ada implikasi secara kasat mata terhadap salah satu jenis religi Dayak, maka harus dipahami terlebih dahulu apa itu religi Dayak sesungguhnya sebagai konsekuensi orang Dayak akrab dengan budaya leluhur dan alam sekitar.

“Tapi tidak untuk dijadikan alat gagah-gagahan dan menjustifikasi sebagai centeng dan dukungan terhadap berbagai bentuk tindakan intolerans di Indonesia,” ungkap Tobias Ranggie. (Aju)