JAKARTA (Independensi.com)
Keberhasilan pemerintah Indonesia memulangkan buronan Maria Pauline Lumowa dari luar negeri menjadi kabar gembira dan menunjukan mutual legal assistance (MLA) atau kerjasama bantuan hukum antar negara semakin efektif diterapkan.
“Karena meskipun belum ada perjanjan ekstradisi antara Indonesia dan Serbia. Tetapi melalui pendekatan yang saling membantu antar negara melalui MLA pemulangan buronan bisa diwujudkan,” kata pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar kepada Independensi.com, Kamis (9/7).
Hanya saja Abdul Fickar mengingatkan publik agar jangan gembira dulu dengan keberhasilan pemerintah
melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam pemulangan salah satu buronan yang kabur ke luar negeri.
Karena, tuturnya, bisa jadi ini gimik dari Menkumham dalam menutupi kekurangannya, terutama lembaga Imigrasinya yang sering kebobolan.
‘Seperti Harun Masiku yang buron dan sampai kini belum tertangkap. Ibaratnya gajah depan mata sering tak sengaja tak ditanpakkan, katanya.
Selain itu, tutur dia, mencermati buronan-buronan yang berhasil ditangkap aparat penegak hukum ternyata umumnya yang tidak terlalu kuat back up pendanaan maupun jaringannya di Indonesia.
“Bagi buronan yang kuat financialnya seperti Djoko Tjandra belum tentu bisa. Bahkan aparat Indonesia dikentutin,” kata staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.
Buktinya, tutur Abdul Fickar, sang buronan bisa bolak balik lenggang kangkung di Indonesia tanpa dapat ditangkap. “Bahkan Djoko Tjandra bisa buat e-KTP dan paspor, gila kan ini.”(muj)
Pemerintah indonesia terlalu lama dalam mengusut kasus penggelapan dana bni sampai memakan waktu belasan tahun