jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Sunarta menilai tersangka Ruslan Buton salah alamat mempraperadilankannya.(ist)

JAM Pidum Nilai Tersangka Ruslan Buton Salah Alamat Mempraperadilankannya

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Setelah praperadilan pertamanya ditolak, Ruslan Buton tersangka kasus ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo kembali mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait tidak sahnya penetapan dirinya sebagai tersangka.

Namun permohonan praperadilan yang diajukan mantan anggota TNI ini tidak hanya terhadap Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (Termohon I) melainkan juga terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Termohon II).

Terhadap praperadilan tersebut JAM Pidum Sunarta dalam jawabannya di Pengadilan Negeri Jaksel, Senin (13/7) menilai tersangka Ruslan Buton salah alamat dan tidak memiliki dasar untuk mempraperadilankannya.

Masalahnya, kata JAM Pidum, tersangka selaku pemohon mempersoalkan sah tidaknya penetapan tersangka yang merupakan kewenangan penyidik Siber Bareskrim Mabes Polri.

“Karena itu kami meminta hakim untuk tidak dapat menerima permohonan praperadilan yang diajukan pemohon terhadap termohon II,” kata jaksa M Iryan Muhidin Saleh Cs selaku tim kuasa hukum JAM Pidum (Termohon II) dalam jawabannya di persidangan.

JAM Pidum selaku termohon II sebelumnya mengakui pada 27 Mei 2020 telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka dari Termohon I sebagaimana surat No: B/41/RES.2.5/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020.

Pengiriman SPDP, ujar Termohon II, telah sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 yaitu dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.

Selain itu Termohon II telah menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana (P-16) Nomor : PRINT-441/Eku.1/6/2020, tanggal 4 Juni 2020 guna menindaklanjuti SPDP yang telah diterima.

Selanjutnya Termohon II pada 17 Juni 2020 telah menerima berkas perkara dari Termohon I yaitu BP/49/VI/2020/Dittipidsiber, tanggal 12 Juni 2020 atas nama tersangka Ruslan Alias Ruslan Buton.

Dalam berkas tersangka diduga melanggar pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.

“Namun setelah Termohon II melakukan penelitian, berkas perkara belum lengkap dan dikembalikan kepada Termohon II disertai petunjuk untuk dilengkapi sebagaimana diatur Pasal 110 ayat (2), (3) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP,” ucap tim kuasa hukum Termohon II beranggotakan lima jaksa yaitu M Iryan Muhidin Saleh, Faisol, Abdul Rauf, Achamd Yusuf Ibrahim dan Dedy Sunanda dalam jawabannya itu.

Tersangka Ruslan sebelumnya melalui kuasa hukumya dari Anditas LAW FIRM memohon kepada hakim praperadilan untuk menghentikan perkara yang disangkakan kepada kliennya dan melepaskan kliennya dari penahanan.

Alasan Tim Kuasa Hukum karena penetapan kliennya Ruslan Buton oleh Dittipidsiber Bareskrim Mabes Polri (termohon II) sebagai tersangka berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 selaku Pelapor Aulia Fahmi adalah tidak sah.

“Karena Termohon II tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam penetapan tersangka dan penetapan tersangka tanpa didahului pemeriksaan terhadap Ruslan sebagai saksi terlapor atau calon tersangka sebagaimana dipersyaratkan dalam KUHAP dan putusan Mahkamah KonstitusiNomor 21/PUU-XII/2014 dan Nomor 130/PUU-XIII/2015,” kata tim kuasa hukum tersangka dalam permohonannya.(muj)