Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar.(ist)

Pakar: Kasus Djoko Tjandra Menunjukan Adanya Indikasi “Mafia” di Pemerintahan dan Institusi Penegak Hukum

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai kasus buronan Djoko Soegiarto Tjandra yang bebas berkeliaran di Indonesia menunjukan adanya indikasi “mafia” di pemerintahan dan instusi penegak hukum.

Menurut Abdul Fickar indikasi tersebut terlihat dari berbagai fasilitas kemudahan diperoleh Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai buronan sehingga bisa bebas berkeliaran di Indonesia.

“Sepertinya aparat hukum Indonesia dikentutin tak berdaya olehnya. Mondar mandir ke Indonesia tanpa merasa berstatus buronan,” ucap Abdul Fickar kepada Independensi.com, Sabtu (18/7).

Dikatakannya juga kasus Djoko Tjandra sebuah penghinaan tidak hanya terhadap sistem penegakan hukum tapi juga sistem berbangsa dan bernegara.

Dia menyebutkan kemudahan diperoleh Djoko Tjandra yang diduga difasilitasi “mafia” antara lain lancarnya sang buronan mengurus dokumen kependudukan seperti e-KTP dan paspor untuk kepentingan melakukan upaya hukum PK terhadap perkaranya.

“Bahkan ditengah pandemi Covid 19 yang ketat bagi warga untuk bermigrasi ke kota kota di Indonesia, Djoko Tjandra yang tercatat sebagai warganegara Papua Nugini dengan mudah bepergian ke kota-kota di Indonesia,” tuturnya.

Belakangan, kata Abdul Fickar, terungkap kalau Djoko Tjandra sebelumya telah dibekali surat jalan yang dibuat oknum polisi berpangkat Brigjen di Mabes Polri dan sekaligus surat test rapid dari dokter kepolisian.

“Terhadap oknum Brigjen Polisi yang membuat Surat Jalan dengan menempatkan Djoko Tjandra sebagai Konsultan Korwas sudah diberhentikan dari jabatan,” ucapnya.

Selain itu, tutur dia, oknum tersebut kini sedang diproses propam (displin dan etika profesi). “Selain juga akan diteruskan secara pidana seperti kata Kabareskrim,” ucap Abdul Fickar.

Dia menilai seharusnya pihak-pihak terkait atau pihak-pihak lain yang mengurusnya kepada oknum polisi tersebut juga dilakukan proses hukum.

“Termasuk oknum-oknum yang bertanggung-jawab atas keterangan test rapid dan atas pencabutan keterangan cekal dari Interpol,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Begitupun, ucapnya, lurah yang memuluskan pembuatan e-KTP Djoko Tjandra telah dilakukan tindakan yang kemungkinan juga ke ranah pidana.

Namun menurutnya yang harus diperhatikan juga jika benar dalam pengurusan tersebut diantar dan diatur pengacara atau advokat, sudah sewajarnya bagi organisasi advokat untuk memeriksanya dalam ranah etika atau kode etik.

“Bahkan jika ada unsur pidananya harus dilanjutkan ke ranah pidana,” ucapnya seraya menyebutkan dalam konteks proses hukum PK, ada dugaan Kepala Kejaksaan Negri Jakarta Selatan juga sudah pernah dihubungi pengacara Djoko Tjandra.

“Kabarnya Jaksa Agung juga sedang memprosesnya. Dan jika benar terbukti ada kolusi dalam konteks PK, maka semestinya juga dibawa ke ranah pidana,” ujarnya.

Selain itu, ucap dia, kini tersiar foto pengacara Djoko Tjandra bersilaturahmi dengan Ketua MA. “Memang benar foto itu tidak bisa disimpulkan sebagai upaya loby, selain terjadinya sebelum gaduh Djoko Tjandra lenggang kangkung masuk ke Indonesia mengajukan PK.”

Tapi, tegas Abdul Fickar, jika dapat dibuktikan dan terbuktu termasuk upaya lobi kepada Ketua MA telah membantu buronan Djoko Tjandra maka harus dituntut dan disekesaikan secara pidana.(muj)