JAKARTA (Independensi.com)
Organisasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) yang menjadi wadah para jaksa di seluruh Indonesia secara tegas menyatakan tidak akan memberikan pembelaan terhadap anggotanya yaitu jaksa PSM (Pinangki Sirna Malasari).
“Karena perbuatannya bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas profesinya sebagai jaksa, melainkan telah masuk ranah pidana,” kata Ketua Umum PJI yang juga Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi dalam rilisnya, Rabu (18/9) terkait sikap PJI terhadap jaksa yang menghadapi masalah hukum.
Dikatakan Untung tiadanya pembelaan dari PJI sekaligus menjadi peringatan bagi anggota jaksa lainnya untuk tidak bermain-main dalam melaksanakan tugas, kewenangan dan pengabdian bagi institusi.
Dia menyebutkan dengan mengacu pasal 15 ayat (1) huruf d Anggaran Rumah Tangga PJI, setiap anggota PJI sebenarnya berhak mendapatkan pembelaan hukum.
“Pembelaan hukum pada hakikatnya diberikan sebagai bentuk kewajiban organisasi dan diberikan kepada setiap anggota biasa sebagai hak. Dalam hal menghadapi permasalahan hukum terkait dengan tugas profesinya. Baik di dalam maupun di luar pengadilan,” katanya.
Dituturkannya pembelaan hukum diberikan dalam bentuk penyiapan pendampingan oleh penasihat hukum guna memastikan terpenuhinya hak-hak anggota yang menghadapi masalah sesuai KUHAP.
“Adapun pendampingan diberikan oleh penasihat hukum profesional. Sehingga tidak menimbulkan benturan kepentingan atau conflict of interest dengan proses hukum yang sedang berjalan,” ucapnya.
Dikatakannya juga PJI sebagai pilar institusi Kejaksaan RI mendukung visi dan misi organisasi untuk menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dengan menindak jaksa yang melakukan pelanggaran hukum.
“Sehingga untuk memberikan pendampingan hukum perlu mempertimbangkan kepentingan institusi kejaksaan yang lebih besar,” ujarnya.
Oleh karena itu Untung selaku Ketua Umum PJI mengajak seluruh anggotanya untuk bersama-sama bersatu menjaga integritas, profesionalisme, ikhlas daklam bekerja dan berkarya untuk masa depan institusi kejaksaan yang lebih baik lagi.
Seperti diketahui Pinangki ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Penyidikan pada JAM Pidsus karena diduga menerima hadiah atau janji dari Djoko Tjandra atau melanggar pasal 5 aat (2) huruf b UU Pemberantasan Korupsi.
Dia langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk selama 20 hari setelah tim penyidik menangkapnya di rumahnya, Selasa (11/8) malam.
Terungkapnya kasus dugaan korupsi oleh Pinangki berawal dari heboh di media sosial beredar foto Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking diduga di Malasia.
Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan melalui bidang Pengawasan dan menemukan pelanggaran disiplin oleh Pinangki yaitu sembilan kali ke luar negeri tanpa izin pimpinan dan diduga bertemu Djoko Tjandra saat masih buron.
Meski belakangan JAM Pidsus Ali Mukartono menyebutkan dari sembilan kali ke luar negeri pada 2019, tidak seluruhya PSM berangkat tanpa izin pimpinan.
“Ada yang izin lho. Keperluannya untuk mengantar bapaknya berobat ke Malaysia dan Singapura. Karena bapaknya kan sakit, komplikasi,” ucap Ali di Gedung Bulat, Kejagung, Jakarta, Jumat (14/8) malam.
Pinangki pun akhirnya dijatuhi sanksi hukuman disiplin berat dicopot dari Kasubag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan berdasarkan keputusan yang ditanda-tangani Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi melalui Surat Keputusan (SK) Nomor : KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020.
Selain pelanggaran disiplin jaksa Pinangki juga diduga menerima hadiah atau janji berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) bidang Pengawasan yang ditindaklanjuti ke bidang Pidsus sampai kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.(muj)