WHO Sebut 7,60 Persen Masyarakat Indonesia Tidak Mau Vaksin Covid 19

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Pandemi Covid 19 menjadi momok menakutkan bagi masyarakat dunia. Wabah Corona telah mengubah seluruh aspek kehidupan. Bahkan virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina ini telah merusak tatanan perekonomian hampir diseluruh negara. 

Namun, kini para peneliti berlomba menemukan penangkal virus mematikan ini. Vaksin Covid-19 menjadi harapan bagi dunia untuk menghentikan pandemi virus corona yang telah menginfeksi lebih dari 41 juta orang di seluruh dunia.

Sementara di Indonesia, angka infeksi Covid-19 telah mencapai 373.109 kasus, dan 12.857 kasus meninggal dunia.

Salah satu vaksin corona eksperimental yang sedang dalam uji klinis di Indonesia adalah vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Biotechnology, asal China.

Hingga saat ini, pemberian dosis pertama terhadap 1.620 sukarelawan dalam uji klinis fase 3 vaksin virus corona tersebut, telah selesai dan saat ini lebih dari 1.074 orang telah mendapatkan dosis kedua.

Project Integration Manager of Research and Development Division PT Bio Farma, Neni Nurainy, mengatakan berdasarkan survei yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan UNICEF mengungkapkan bahwa 7,60 persen masyarakat di Indonesia tidak mau divaksin.

“Pertanyaan dari survei tersebut, jika pemerintah memberikan vaksin COVID-19, apakah Anda dan keluarga akan ikut imunisasi? 7,60 persen menjawab tidak mau,” kata dia, saat diskusi daring dengan tema Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Amin yang dipantau di Jakarta, Senin (26/10/2020).

Akan tetapi, sebagian besar masyarakat, yakni 64,81 persen, menjawab setuju divaksinasi. Sementara itu, terdapat pula 27,60 persen masyarakat yang belum tahu ingin divaksin atau tidak.

Ia mengatakan dari 7,60 persen masyarakat yang tidak mau divaksin tersebut ternyata memiliki beragam alasan yang berbeda-beda, sebagai berikut:

  1. 59,03 persen tidak yakin dengan keamanannya,
  2. 43,17 persen tidak yakin dengan efektivitas vaksin,
  3. 24,20 persen takut efek samping vaksin,
  4. 26,04 persen tidak percaya vaksin,
  5. 15,97 persen menolak atau tidak mau divaksin karena masalah agama, dan
  6. 31,24 persen karena alasan lainnya.

Oleh karena itu, ujar Nurainy, berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan dengan melibatkan WHO dan UNICEF pada 30 September 2020 tersebut, perlu semua elemen melakukan komunikasi dan advokasi terhadap masyarakat.

“Ini perlu disampaikan pentingnya vaksin,” katanya.

Apalagi, kata Nurainy, dalam waktu dekat pemerintah segera melakukan vaksinasi sehingga perlu komunikasi dan sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat, terutama yang menolak divaksin tersebut.

Nurainy selanjutnya menerangkan vaksin hanya salah satu cara dari sekian banyak upaya penanganan wabah. Jadi bukan bukan satu-satunya, apalagi senjata pamungkas.

“Jadi manfaat vaksin, selain mengontrol kematian juga mencegah kecacatan dan komplikasi akibat penyakit,” katanya.

Sebagai contoh, sebelum ini vaksin telah berhasil menyelamatkan nyawa manusia sekitar 2,7 juta karena campak, 2 juta dari bahaya tetanus, dan 1 juta karena pertussis. Bahkan, beberapa penyakit telah dieradikasi, misalnya cacar api, yang terjadi pada 1979.

Karena efektivitas vaksin, maka terjadilah eradikasi dan tidak ada lagi penyakit tersebut di dunia. Selain itu, terdapat pula eliminasi atau penurunan pada beberapa penyakit, di antaranya rubella, campak dan, pertussis.

“Pada intinya vaksin menimbulkan kekebalan pada individu, kelompok dan juga global,” kata dia.