MUI : Masyarakat Jangan Khawatir Soal Kehalalan Vaksin Covid 19

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat tetap tenang dan tidak mengembangkan narasi berlebihan terkait status kehalalan vaksin Covid 19 yang hingga kini masih menjalani fase uji klinis. Sebab, dalam keadaan darurat produk tertentu dapat dipakai meski status belum halal.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan, MUI akan transparan dengan vaksin COVID-19. Dia juga menjelaskan, secara hukum syariahsuatu produk dalam keadaan darurat tetap boleh digunakan umat Islam meski statusnya belum halal. Hal itu sebagaimana keadaan mendesak saat pandemi COVID-19 yang belum kunjung ada obat atau vaksinnya.

“Tentang kebolehan dipakai karena terdorong kedaruratan dan dihitung. Saya kira ini panduan hukum. Insyaallah hasil fatwa vaksin COVID-19 memang sesuai dengan sebenar-benarnya dengan panduan syariat Islam,” katanya seperti dikutip Antara, Minggu (1/11/2020).

Lukman mencontohkan ada Fatwa MUI yang memperbolehkan penggunaan vaksin Measles Rubella (MR) meski mengandung babi. Pembolehan itu karena alasan darurat. “Hal serupa tentu dapat berlaku untuk fatwa vaksin COVID-19 jika memang ditetapkan tidak halal,” tutur dia.

Kata dia, sebelumnya Wapres RI sekaligus Ketua MUI nonaktif KH Ma’ruf Amin mengatakan vaksin jika belum halal tetapi darurat maka bisa digunakan sesuai penetapan fatwa MUI.

Lukmanul Hakim mengatakan tim audit LPPOM MUI bersama delegasi Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Bio Farma dan unsur terkait sudah ke China pada pertengahan Oktober ini untuk melakukan audit vaksin COVID-19.

Ia mengatakan ada tiga hal penting untuk menentukan kehalalan vaksin, yaitu terkait sumber atau bahan dalam proses produksi, perusahaan memiliki komitmen menggunakan peralatan, fasilitas serta prosedur produksi yang terjamin kehalalannya.

Ketiga, ada autentikasi yang dibuktikan dengan uji laboratorium memastikan tidak ada kontaminasi kepalsuan produksi vaksin.