Jack Ma

Jack Ma Korban Pertarungan di Partai Komunis China

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pengusaha terkaya kedua di China, Jack Ma alias Ma Yun (56 tahun) yang menghilang dari peredaran sejak Oktober 2020, pada dasarnya bagian dari korban pertarungan tajam di lingkungan Partai Komunis China, sebagai partai politik penguasa tunggal di China.

Telekomunikasi digital Alibaba Alipay, sebuah aplikasi pembelian dan pembayaran online di e-commerce Alibaba. Tentu berdampak luas terhadap Alibaba. Bukan hanya e-commerce tetapi juga menjadi aplikasi pembayaran raksasa bagi pengguna selular.

Melayani lebih dari 1,4 miliar user global. Dari Alipay itu Jack Ma mendirikan anak perusahaan Ant Financial Group. Ant juga sebagai provider tekhology untuk fintec bagi perusahaan asuransi dan perbankan.

Masalahnya sekarang, banyak laporan dari para analis, menyebut, konsumen perusahaan milik Jack Ma, sudah menyasar lebih dari 800 juta penduduk dari 1,4 miliar penduduk China secara keseluruhan.

Ini sebagai ancaman serius di lingkungan internal Partai Komunis China. Presiden China, sekaligus pengendali tunggal Partai Komunis China, Xi Jinping merasa kedudukannya terancam.

Karena jika dibiarkan berlarut-larut, suatu saat nanti Jack Ma bisa merebut posisi tertinggi Partai Komunis China yang kemudian otomatis sebagai Presiden China, pesaing berat Xi Jinping.

Presiden China Xi Jinping berpidato di depan Kongres ke-19 Partai Komunis China di Balai Besar Rakyat, Beijing, China.

Itulah sebabnya People’s Daily, corong Partai Komunis China, mengeluarkan peringatan keras kepada Jack Ma tahun 2013. Kemudian, People’s Daily mengeluarkan pengumuman mengeluarkan keanggotakaan Jack Ma dari Partai Komunis China pada tahun 2018.

Sayangnya, Jack Ma, kurang menyadari sinyal kuat dari Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China. Malah dalam banyak cara talk show di stasiun televisi, Jack Ma terus mengkritik kebijakan sistem Informasi Teknologi di China yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

Sebagai upaya membendung agresifitas Jack Ma, diluncurkan kebijakan anti monopoli atau antitrust, sehingga sebagai payung hukum memeriksa grup usaha Jack Ma di Alibaba dan Alipay.

Kantor Berita Nasional China, Xinhua.com, Kamis, 24 Desember 2020, memberitakan dimulainya pemeriksaan praktik monopoli di dalam grup usaha Alibaba dan Alipay.

Di sinilah kemudian terungkap, di dalam grup Alibaba dan Alipay, sebanyak 33% dikendalikan Softbank Jepang dan 22% oleh Wall street United State of America (USA) Yahoo finance, Jack Ma hanya memiliki sedikit 5,67% saham di Alibaba.

Kenyataan ini kemudian dituding Jack Ma, terlibat di dalam skandal spionase ekonomi terbesar pada abad ke-21, karena negara asing turut mengendalikan jaringan bisnis di Alibaba dan Alipay di China.

Tudingan ini menjadi sangat sensitif, karena kebijakan politik dan ekonomi di China, harus sejalan dengan kebijakan Partai Komunis China, di dalam menjamin stabilitas politik dan ekonomi di dalam negeri.

Padahal, Jack Ma, murni menjalankan bisnis secara elegan, sesuai prinsip ekonomi global. Karena grup usaha Jack Ma, awalnya tidak direspons secara baik di dalam negeri, maka dicari terobosan menjual saham di bursa saham global, seperti di Jepang, Amerika Serikat, India dan sejumlah negara di Eropa.

Bagi pelaku usaha di luar China, bisnis ditekuni Jack Ma, sangat prospetif, sehingga sahamnya banyak dibeli di pasar saham global. Dampaknya, Alibaba dan Alipay menjadi perusahaan raksasa yang dikenal di seluruh dunia.

Tapi ironisnya, setelah tumbuh menjadi perusahaan raksasa, Presiden China, Xi Jinping dan Partai Komunis China, melihatnya sebagai sebuah ancaman, sehingga diluncurkan kebijakan baru antitrust.

Langkah gurita bisnis Jack Ma, dimatikan melalui kebijakan antitrust Presiden, Xi Jinping.(Aju)