Muslim Uighur

China Bantah Pelaku Genocide di Xianjing

Loading

BEIJING (Independensi.com) – Otoritas berwenang membantah Pemerintah Republik China telah melakukan praktik geonice di Xianjiang, karena tidak lebih dari sandiwara untuk mencoreng nama baik negara, kata juru bicara Kementerian Luar Neger China.

Bantahan disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian, Rabu, 27 Januari 2021, sebagaimana dikutip Kantor Berita Nasional China, Xinhuanet.com, Kamis, 28 Januari 2021.

Zhao Lijian membuat pernyataan pada konferensi pers ketika diminta mengomentari laporan media Jepang bahwa seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan baru-baru ini pemerintah Jepang tidak percaya pemerintahan Presiden China, Xin Jinping telah melakukan genocide.

“Kami yakin sebagian besar negara di dunia memiliki pandangan yang tajam karena mereka memiliki penilaian yang objektif dan adil terhadap Xinjiang dan kebijakan pemerintah China dalam menjadikan Xinjiang tempat yang stabil dan makmur,” kata Zhao Lijian.

Amerika Serikat, secara resmi telah menuding China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap Muslim Uyghur dan kelompok etnis dan agama minoritas yang tinggal di wilayah barat laut Xinjiang. Demikian laporan Cable News Network (CNN), Rabu, 20 Januari 2021.

“Genosida ini sedang berlangsung, dan … kami menyaksikan upaya sistematis untuk menghancurkan Uyghur oleh negara-partai China,” kata rilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, dalam pernyataan pada hari terakhir pemerintahan Presiden Donald John Trump, Selasa, 19 Januari 2021.

“Sejak setidaknya Maret 2017, otoritas lokal secara dramatis meningkatkan kampanye penindasan selama puluhan tahun terhadap Muslim Uyghur dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya, termasuk etnis Kazakh dan etnis Kirgiz,” rilis Kementerian Luar Negeri Amerikat Serikat.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sebelumnya memperkirakan bahwa hingga dua juta orang Uighur, serta anggota kelompok minoritas Muslim lainnya, telah ditahan di jaringan kamp interniran yang luas di wilayah tersebut.

Mantan tahanan kamp pendidikan ulang mengatakan kepada CNN bahwa mereka mengalami indoktrinasi politik dan pelecehan di dalam kamp, seperti kurang makan dan tidur serta suntikan paksa.

Pelaporan CNN mengklaim menemukan bahwa beberapa wanita Uyghur dipaksa menggunakan alat kontrasepsi dan menjalani sterilisasi sebagai bagian dari upaya yang disengaja untuk menekan angka kelahiran di kalangan minoritas di Xinjiang.

China membantah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia semacam itu di Xinjiang.

Amerika Serikat bersikeras bahwa kamp pendidikan ulang diperlukan untuk mencegah ekstremisme agama dan terorisme di daerah itu, yang merupakan rumah bagi sekitar 11 juta orang Uighur, minoritas etnis yang didominasi Muslim yang berbicara dalam bahasa yang terkait erat dengan Turki dan memiliki budaya mereka sendiri yang berbeda.(aju)