JAKARTA (Independensi.com) – Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, dirinya setuju dan mendukung wacana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan Kelompok Separatis Bersenjata (KSP) di Papua dianggap sebagai pelaku terorisme. Hal menanggapi wacana redefinisi KKB dan Kelompok Separatis Bersenjata (KSB) di Papua yang tindakannya beberapa waktu terakhir bertindak selayaknya teroris.
Bobby menilai, KKB atau KSB bisa disebut pelaku terorisme karena aksi teror mereka sudah meresahkan masyarakat seperti menebar ancaman, menyandera, membakar, membunuh, memperkosa, menyiksa dan menculik warga sipil, dengan motif politik.
“Tindakan KKB tersebut sudah seperti teroris,” tegasnya. “Ini bisa menjadi konstruksi sosial politik penengah di mana kriminal dengan sedikit persenjataan adalah wewenang polisi, sedangkan separatis adalah penanganan secara militer dilihat dari motif,” imbuh Bobby beberapa waktu laku.
Lebih jauh politikus dari partai Golkar ini mengatakan, meredifinisi KKB dan KSB di Papua merupakan bagian dari upaya penanggulangan aksi kekerasan di Papua secara komprehensif dan terstruktur. “Dengan adanya redifinisi tersebut bisa mempercepat upaya menurunkan tensi ketegangan di Papua dan mempertahankan keutuhan NKRI, sehingga kedamaian di tanah Papua akan segera terwujud,” harapnya.
Sementara itu pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta dalam kesempatan berbeda menambahkan, sampai hari ini belum ada definisi tunggal terhadap kelompok bersenjata di Papua. Polri menggunakan istilah KKB dan TNI menggunakan istilah KSB.
“Jika mengacu pada UU No 5 Tahun 2018, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Oleh karena itu, kelompok pengacau di Papua sudah layak di sebut teroris,” urainya.
Meski demikian, lanjut Stanislaus, diperlukan aksi komprehensif pemerintah dalam melakukan pendekatan dan perlindungan terhadap masyarakat dari berbagai aspek, dan secara paralel, juga diperlukan aksi penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata. “Jika DPR menjadikan keselamatan rakyat dan tegaknya NKRI sebagai prioritas tentu tidak akan membiarkan persoalan ini terlalu lama menjadi perdebatan,” pungkasnya.