Ukhuwah Wathaniyah: Jangan Jadi Manusia Bumi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Urusan persaudaraan dan keberagaman menjadi salah satu bahasan penting dewasa ini. Sebab, keduanya menjadi titik tolak persatuan yang tengah digembleng zaman. Andi Hadiyanto, dosen Universitas Negeri Jakarta, menyarankan agar kita tidak menjadi “manusia bumi” seutuhnya. Sebab, kita akan cenderung membuat sekat-sekat perbedaan.

“Itu adalah tipologi manusia dari penyair sufi besar Jalaludin Rumi. Ada manusia langit dan manusia bumi,” kata Andi, saat mengisi acara Inspirasi Sahur BKNP PDI Perjuangan, dini hari tadi (6/5/2021) di kanal Youtube BKNP PDI Perjuangan.

Manusia bumi, kata Andi, merupakan makhluk yang disetir hawa nafsu dan kepentingan tertentu. Dia akan mudah membuat sekat. Setiap ketidaksamaan yang dilihat oleh manusia bumi, berpotensi besar dianggap menjadi jurang perbedaan.

“Nilainya masih rendah si manusia bumi ini. Saya berikan analogi yang mudah. Orang melihat kita sekarang di bumi sangat berbeda, warna baju dan motifnya berbeda. Coba naik ke atas gedung, perbedaan kita mulai samar. Lalu naik lagi ke pesawat kita hanya terlihat sebagai titik yang sama. Oleh karena itu, jika nanti kita menjadi manusia langit dengan memperkaya spiritualitas dan kerohanian kita, maka kita akan jauh lebih banyak melihat persamaan daripada perbedaan. Intinya hanya akan muncul cinta dan kasih sayang diantara perbedaan kita semua,” ungkap Andi.

Maka dalam hal ini, yang perlu dikembangkan adalah nilai-nilai ukhuwah. Ia berarti persaudaraan. Islam, kata Andi, sangat concern dengan kebersamaan dan persaudaraan. Secara teoritik, ada tiga jenis ukhuwah atau persaudaraan. Yakni ukhuwah islamiyah atau persaudaraan atas dasar persamaan agama penganut islam. Lalu ukhuwah wathaniyah yakni didasarkan pada persamaan cita-cita bersama. Dan yang terakhir adalah ukhuwah basyariah yang berdasar persamaan sebagai sesama manusia.

Sekjend Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia itu mengungkapkan, dalam konteks Indonesia, kita harus mengembangkan ukhukwah wathaniyah. Yaitu rasa kebersamaan dan persaudaraan antar anak bangsa. Dasarnya adalah kesamaan cita-cita bersama. Juga, dalam konteks yang lebih luas juga harus mengembangkan ukhuwah basyariah yakni persaudaraan kepada semua umat manusia tanpa pandang bulu.

“Kita tinggal di satu planet yang sama, dan satu keturunan yang sama sebagai anak Adam Alaihissalam maka pula kita harus mengembangkan ukhuwah basyariah. Kita semua umat manusia di dunia adalah bersaudara,” ujarnya.

“Islam mengajarkan kita ini berbeda untuk saling mengenal sehingga bisa memberikan kebaikan, Seperti taaruf. Ia adalah saling mengenal, saling memberikan informasi dan saling memberi kebaikan. Sehingga ia menjadi proses yang saling melengkapi. Untuk membangun peradaban, memberikan harmoni sehingga memberikan kemajuan bagi umat manusia,” imbuh Andi.

Islam itu, sebut Andi, tidak pernah meniadakan yang lain. Dia hadir untuk merangkul umat manusia untuk tujuan yang sama yaitu membangun harmoni dan kedamaian atau dalam istilah agama membangun taman-taman surga di muka bumi. Ini prinsip dasar kita.

“Perbedaan itu kalau di islam adalah sunnatullah. Ia sudah ditakdirkan oleh Allah ada di dalam kehidupan kita yang dengan perbedaan tersebut kita akan saling melengkapi,” jelasnya.

“Perbedaan agama, etnis bahkan strata sosial itu merupakan bagian dari mekanisme Allah untuk menciptakan kehidupan yang saling melengkapi. Indonesia dengan beragam perbedaan ini berarti diberi karunia lebih oleh Allah dengan keragaman. Seharusnya kita menjadi pionir untuk urusan keberagaman,” terangnya.

Andi mengungkapkan bahwa Indonesia bukan negara Islam dan juga bukan negara Sekuler. Indonesia adalah negara yang berdiri atas dasar kesepakatan bersama dari semua komponen bangsa. Dari komponen agama, etnis dan lainnya. Semuanya memiliki kontribusi untuk mendirikan dan membangun negeri ini.

“Seandainya terjadi pengkhianatan terhadap persaudaraan wathaniyah tersebut maka akan menghancurkan kehidupan Indonesia yang sudah mengarah ke surgawi ini. Bisa jadi neraka kalau menurut saya nanti,” ungkapnya.

“Kita butuh spirit untuk mencapai impian kita berwsama. Kalau kita warga bangsa saling sibuk menyalahkan dan memprovokasi satu sama lain kapan ini bisa terwujud. Kita sekarang perlu menanamkan bahwa kita butuh kehidupan ini. Kehidupan untuk bersama-sama mencapai visi para pendiri bangsa. Jangan sampai cita-cita tersebut tidak tercapai karena kita beda pandangan politik, beda orientasi keagamaan. Sudah saatnya kita jernih berpikir, kita ini butuh lho merekatkan ukhuwah wathaniyah kita ini,” tegasnya.(wst)