Pengamat : PPKM Darurat Penyelamatan Kesehatan Tapi Getir untuk Perekonomian

Loading

JAKARTA (Independensi.com) –Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat wilayah Jawa dan Bali resmi berlaku tanggal 3-20 Juli 2021. Kebijakan ini dijalankan akibat lonjakan Covid-19 dengan total lebih dari 2 juta masyarakat yang terpapar.

Pengamat Ekonomi IndiGo Network Ajib Hamdani mengatakan, PPKM Darurat menjadi kebutuhan bersama untuk bisa menekan laju penyebaran Covid-19. Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa PPKM Darurat ibarat pedang bermata dua: jalan keluar terbaik untuk pemulihan kesehatan, tetapi pilihan getir buat perekonomian.

“Harapan dunia usaha, PPKM darurat bisa berjalan baik dan tidak perlu diperpanjang, agar ekonomi tetap terjaga momentumnya,” ujarnya, melalui siaran pers, Jumat (9/7/2021).

Paralel dengan pemulihan kondisi kesehatan negara, kata Ajib, pemerintah harus terus mendorong 2 hal. “Pertama adalah terus mengedukasi tentang pentingnya prokes dan disiplin. Kedua, terus mengakselerasi program vaksinasi, sehingga target pemerintah bisa terealisasi, yakni awal tahun 2022 sudah lebih dari 70 persen masyarakat tervaksin dan terbangun herd immunity. Pada kondisi kesehatan bisa terkontrol inilah, ekonomi akan kembali rebound dan membuat keseimbangan baru,” ujarnya.

Ajib melanjutkan, dari sisi ekonomi, pemerintah sangat optimistis kuartal kedua bisa tumbuh sampai dengan 7 persen. Angka ini, kata Ajib, perlu dikoreksi karena pada akhir kuartal kedua sudah mulai terjadi lonjakan Covid-19. Momentum Lebaran yang kurang maksimal juga turut memberikan kontribusi karena terjadi banyak pembatasan.

Hal ini jelas akhirnya membuat aliran orang dan aliran uang agak terhambat. Tetapi, secara umum dalam konteks ekonomi, kuartal ketiga sedang mengalami momentum yang positif.

“Trend pertumbuhan ekonomi kuartal pertama masih minus di angka -0,74 persen, kemudian menjadi (perkiraan, Red) positif di kuartal kedua. Selain itu, indikator purchasing manager’s index (PMI) juga dalam tren yang positif. Bulan Maret PMI di angka 53,2 kemudian April menunjukkan angka 54,6 dan Mei terus naik ke 55,3. Artinya, sektor manufaktur mengalami tren positif dan ini akan memberikan multiplier effect dalam ekosistem bisnis yang ada di Indonesia,” katanya.

Dengan tren ekonomi yang sedang naik, tapi kemudian sisi kesehatan mengalami tekanan, Ajib mengatakan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah yang komprehensif. Di sisi permintaan, pemerintah harus terus menopang kemampuan konsumsi masyarakat.

“Yang paling praktis adalah kembali menggelontor bansos atau BLT. Kemudian di sisi supply dan produksi, pemerintah harus terus mendorong lebih banyak likuiditas yang mengalir di masyarakat dan pelaku usaha. Instrumen fiskal dan moneter harus dioptimalkan. Pemberian kredit mudah dan murah, perlu terus didorong, dan kebijakan pajak harus pro dengan masyarakat luas dan pro dengan UKM,” katanya.