JAKARTA (Independensi.com) – Batasan screen time atau waktu penggunaan gadget pada anak dan remaja yang semula diatur maksimal dua hingga empat jam, kini dinilai tak lagi relevan. Pemicunya, sistem belajar daring, keterbatasan ruang gerak di masa pandemi serta daya tarik gadget yang kian tinggi.
Dwi Kishan, seorang arsitek data yang merilis modul Gadget For Family menyatakan indikator penggunaan gadget yang berlebihan cenderung didasarkan pada dampak yang ditimbulkan.
“Patokannya, di antaranya komitmen anak pada pelajaran, keterikatan, tanggung jawab, serta nilai-nilai sekolah,” kata Dwi dalam acara Sharing Session Gadget for Family, salah satu rangkaian kegiatan gerakan #akuberdaya.
Dwi mengingatkan, gadget juga tak bisa dimusuhi karena berperan penting dalam penyelesaian tugas dan perjalanan belajar anak sehingga jam penggunaan lebih tepat jika ditentukan berdasarkan kesepakatan.
“Misalnya ketika anak sedang banyak tugas, berikan waktu sesuai yang ia butuhkan namun kesepakatan itu harus dipatuhi kedua belah pihak,” kata Dwi.
Dwi juga menguraikan 4 hal yang dapat dilakukan para orangtua guna dalam menyikapi penggunaan gadget oleh anak.
Komunikasikan alasan pemberian gadget Orangtua jangan memberikan gadget begitu saja tanpa disertai alasan dan rambu-rambunya.
Misalnya, gadget itu untuk digunakan untuk membantu menyelesaikan tugas, hiburan dan pengembangan diri. Lalu, tetapkan aturan terkait durasi dan waktu.
Dwi juga mengingatkan, orang tua juga perlu menjelaskan tentang posisi mereka terhadap gadget.
Misalnya, ibu intens menggunakan gadget untuk berjualan atau ayah berada di depan laptop karena bekerja dari rumah.Tanggung jawab dulu, gadget kemudian “Berikan gadget ketika anak sudah dapat bertanggung jawab, misalnya membiasakan merapikan tempat tidur atau meletakkan baju kotor di tempatnya. Ketika komitmen dan sikap itu sudah muncul, maka anak diharapkan sudah dapat mengatur waktu serta memahami konsekuensi jika terjadi pelanggaran.”
Orangtua juga mawas diri Jangan hanya melarang anak, evaluasi juga ketergantungan kita terhadap gadget. “Jangan-jangan kita yang terlalu rajin update status, sibuk memberi komentar dan buang waktu. Saat ini sudah ada aplikasi untuk mengukur waktu yang dihabiskan di dunia maya,” beber Dwi.
Kompak dengan pasangan “Ngobrol dulu dengan pasangan supaya satu suara, kalau anak diberi gadget, aturan mainnya seperti apa? Jangan sampai di depan anak, orang tua tidak satu suara. Nanti anak jadi bingung, siapa yang mau dituruti,” terang Dwi.
Tak kalah pentingnya,
orangtua sepakat gadget bukan musuh, namun seperti teknologi lainnya, selama paham cara memanfaatkannya, maka semua akan baik-baik saja.
Sebab kalau dibatasi, anak-anak akan jadi kuper. Ambil manfaatnya karena dia diciptakan untuk memudahkan. Cara paling bijak adalah terus melakukan kontrol dengan memanfaatkan aplikasi untuk mengetahui konten yang diakses, intensitas dan memilah jenisnya.
Nina Nugroho, penggagas #akuberdaya menyatakan anak jangan dijauhkan namun didukung dan distimulasi untuk memanfaatkan gadget secara optimal.
“Misalnya berikan tantangan tentang apa saja yang dapat dipelajari, sehingga orangtua dan anak bisa mendiskusikannya,” pungkas Nina.