Kebun Kelapa Sawit

Ribuan Hektare Kawasan Hutan di Kampar Berubah Fungsi Jadi Kebun Sawit

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Ribuan hektar hutan kawasan di Desa Kota Garo – Kecamatan Tapung Hilir – Kabupaten Kampar, Prov Riau, kini berubah fungsi menjadi hamparan areal perkebunan kelapa sawit.

Ada dugaan, pemerintah daerah termasuk dinas kehutanan dan lingkungan hidup, melakukan pembiaran. Plang dilarang membangun yang pernah dibuat Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup di lokasi kawasan hutan kawasan, tak digubris, bahkan cenderung dianggap sebagai hiasan.

Menurut informasi yang berhasil dirangkum Independensi.com, saat ini, hampir tidak ada lagi yang tersisa lokasi hutan kawasan di RT 36 RW 09 Dusun IV Flambayan Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir-Kab Kampar.

Semua sudah habis diluluh-lantakkan, berubah fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

Kabarnya, hutan kawasan itu dulunya diperjual-belikan oknum-oknum tertentu kepada pengusaha. Daerah yang masih berbatasan dengan Kota Pekanbaru itu, laris-manis dijual walaupun ‘illegal’.

Ateng salah seorang pengusaha memiliki sekitar 200 hektar kebun kelapa sawit yang saat ini sudah produktif, mengakui kebun yang dikelolanya, benar masuk hutan kawasan  di Dusun IV Flambayan Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir – Kabupaten Kampar, Riau. Itu sudah isu lama yang tak perlu diperdebatkan lagi.

“Silahkan cek kelapangan, ribuan hektar kebun kelapa sawit yang saat ini dikelola berbagai pihak, masuk  hutan kawasan,” ujar Ateng seperti menantang.

Ditempat terpisah, Kepala Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar – Riau, Ilyas Sayang kepada Independensi.com melalui telepon selulernya mengakui, lahan didaerahnya yang dulunya masuk hutan kawasan, sebagian besar sudah berobah fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

Pelakunya macam-macam, boleh dikatakan oknum dari semua instansi ikut menikmati hasil hutan kawasan didaerahnya.

Menurut Ilyas, perobahan itu  sudah lama terjadi, termasuk lahan yang berada di daerah Desa Bencah Kelubi, Desa Pantai Cermin dan Desa Kota Garo – Kecamatan Tapung Hilir – Kabupaten Kampar, Riau.

Menyangkut pembuatan surat sebagai alas hak, jika warga melakukan jual beli lahan dan sebelumnya sudah memiliki surat dasar dari pemerintah atau kepala desa lama, pihaknya tidak keberatan untuk menerbitkan suratnya demi membantu masyarakat, katanya.

Kepala Desa yang mudah akrab dengan wartawan ini mengakui, banyak warga yang mengelola serta mengambil hasil kebun kelapa sawit di daerahnya, kurang taat pada aturan pemerintah termasuk dalam membayar pajak.

Namun kepala desa juga tidak memungkiri, ada pengusaha yang patuh bayar pajak, mereka itulah yang dapat membantu terlaksananya peningkatan pembangunan didaerahnya.

Ditanya tentang masyarakat yang umumnya mengelola hutan kawasan, menurut Ilyas Kepala Desa Kota Garo, saat ini mereka sudah terbantu dengan peraturan baru dari pemerintah yang mengatakan, jika masyarakat sudah mengelola hutan kawasan selama 5 tahun, dapat mengajukan surat alas hak kepemilikan, apalagi sudah mengelola 10 hingga 15 tahun, sudah pasti dapat mengajukan surat kepemilikan hak atas tanahnya.

Kemudahan itulah yang diberikan pemerintah saat ini pada warga yang selama ini merasa dihantui rasa ketakutan karena mengelola lahan di dalam hutan kawasan.

Hanya saja kata Ilyas Sayang, untuk lahan yang masuk kawasan Hutan Tahura Minas, pihaknya berharap, agar masyarakat tidak lagi merambah secara serampangan.

Dikawasan itu sekarang ada kelompok tani yang diawasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), mereka itu sebagian besar merupakan warga tempatan, ujar Ilyas Sayang.

Menurut informasi yang diperoleh Independensi.Com, didaerah RT 36 RW 09 Dusun IV Flambayan Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir Kab Kampar, Riau, kawasan yang umumnya masuk wilayah hutan kawasan, terdapat beberapa pengusaha yang membuka usaha perkebunan kelapa sawit yang luasnya rata-rata ratusan hektar.

Seperti kebun kelapa sawit milik Aiyu yang mempercayai Wito sebagai manager lapangan dan Abi selaku petugas lapangan, mengelola lahan sekitar 220 hektar.

Selain itu ada kelompok tani KOPSI yang dikelola Hansen Willyam dengan mempercayai Benny selaku manager lapangan, mengolah lahan sekitar 400 hektar dan masuk hutan kawasan.

Selain pelanggaran mengolah lahan di hutan kawasan, kabarnya, Hansen Willyam juga memperlakukan karyawannya diluar aturan ketenaga kerjaan.

Lain lagi lahan yang dikelola Eddy Kurniawan yang luasnya mencapai sekitar 337 hektar dengan manager lapangan Chayono, dan  lahan perkebunan milik Bun Siong, lain lagi kebun milik Amansyah alias Ationg yang mengolah hutan kawasan sekitar 600 hektar, namun menurut Ateng pihaknya hanya mengolah lahan kawasan sekitar 200 hektar.

 (Maurit Simanungkalit)