Direktur Nazatif: Bandar Narkoba Harus Dimiskinkan dengan Menerapkan TPPU

Loading

MEDAN (Independensi.com) – Bandar narkoba yang ditangkap dan diproses hukum oleh aparat penegak hukum harus benar-benar dimiskinkan dengan menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU kepada yang bersangkutan.

“Karena kalau sudah dimiskinkan melalui TPPU, kemungkinan besar dia tidak punya uang lagi untuk beli dan mengedarkan lagi narkoba,” kata Direktur Narkotika dan Zat Adiktif lainnya (Nazatif) pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) pada Kejaksaan Agung Darmawel Aswar  kepada Independensi.com, Kamis (16/12).

Darmawel menyebutkan pemahaman itulah yang kini didorong kepada para jaksa selain tentang pentingnya rehablitasi pencandu dan korban narkotika melalui kegiatan “Pelatihan Bagi Jaksa tentang Tuntutan Rehablitasi dalam Kasus Narkotika dan Penanganan Kasus TPPU Dari Narkotika”.

“Serial kegiatan pelatihan bekerjasama dengan UNDOC ini sudah kita lakukan di beberapa tempat seperti Makassar, Surabaya dan kini di Medan,” katanya saat ditemui disela-sela menjadi nara sumber dalam kegiatan pelatihan selama dua hari tanggal 15-16 Desember di Hotel Aryaduta, Medan.

Dia menegaskan pemahaman kedua masalah penting bagi Kejaksaan karena kedua-keduanya mengikuti regulasi yang dibuat internal. “Berupa Pedoman Nomor 11 Tahun 2021 dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 yang ditindaklanjuti JAM Pidum dengan mengeluarkan petunjuk dan arahan yang harus dibaca dan dimengerti para jaksa.”

Masalahnya, tutur dia, untuk penanganan perkara narkotika selama ini fokusnya hanya kepada narkotikanya saja. “Tapi TPPU nya kok tidak. Jadi itu yang kita dorong,” ujar mantan Kajati Sulawesi Barat ini.

Begitupun, kata Darmawel, kenapa rehablitasi penting bagi pecandu atau korban narkoba. “Supaya bandar narkoba juga nggak laku jualannya. Karena kalau dia (pecandu atau korban) sudah insyaf, tentu idak mau beli dan pakai lagi narkoba.”

Selain itu, ucap dia, rehablitasi penting sebagai solusi over kapasitas dari lembaga pemasyarakatan yang berdasarkan data dipenuhi penyalahguna narkoba. “Karena kalau penjara sudah penuh berpotensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ya macam-macamlah yang bisa terjadi,” ucapnya.

Oleh karena itu juga, ungkap Darmawel, terhadap orang-orang yang memenuhi kategori atau syarat yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung atau Per-JA Nomor 29 Tahun 2015 maka mereka bisa direhablitasi.

“Hanya saja kendala pasti ada, dan terutama mindset dari para penegak hukum belum sama. Sehingga salah satu tujuan dari pelatihan menyamankan mindset. Meski baru internal di kejaksaan dulu,” ucap Darmawel.

Dikatakannya jika seluruh jaksa sudah mengerti baru bagaimana melakukan koordinasi dengan kepolisian yaitu dengan Polda dan BNN. “Nah mungkin akan kita lakukan tahun depan,” ujarnya.

                                                                                               Bisa Dicarikan Solusi

Darmawel juga menyebutkan untuk kendala lain seperti masih sedikitnya tempat rehablitasi bagi pecandu narkoba dan rehablitasi harus bayar sendiri, bisa dicarikan solusi jika memang ada kemauan.

Antara lain, kata dia, para Kajati dan Kajari bisa berkoordinasi  dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten maupun Kota untuk menyiapkan tempat-tempat rehablitasi dan membantu membiayai rehablitasi bagi masyarakatnya terutama yang miskin dengan menyiapkan anggaran dari APBD.

Darmawel mencontohkan saat kegiatan pelatihan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Medan melaporkan Pemkot Medan akan menyiapkan tempat rehablitasi dengan kapasitas sebanyak 2.000 orang.

“Saya bilang hebat dan keren Kejari Medan bisa merangkul Pemkot Medan untuk menyediakan fasilitas rehablitasi dengan kapasitasi sebanyak itu. Bahkan ini bisa menjadi pilot project untuk Kajari-Kajari lainnya,” kata Darmawel yang juga sempat memberikan bimbingan teknis dengan tema yang sama di Kejari Medan.

Dia menambahkan dengan merujuk kepada Pedoman 18 tahun 2021 tentang Restoratif Justice penyalahguna narkotika maka nantinya Rumah Sakit Adhyaksa di Ceger, Jakarta Timur akan menjadi pusat pelayanan rehablitasi bagi pecandu narkoba.

“Tempatnya sudah ada dan kalau bisa untuk seluruh Indonesia. Namun mungkin karena keterbatasan tempat, untuk sementara melayani Jawa dan Lampung,” ucapnya seraya berharap Rumah Sakit Adhyaksa juga dibangun di Ibukota-ibukota Propinsi.

Dikatakannya peluang tersebut ada karena diakomodir dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru. “Jadi bermanfaat buat kita. Kita berkomitmen, kita punya pedoman dan kita laksanakan karena ada tempatnya.”(muj).