JAKARTA (Independensi.com) – Terdakwa Irianto yang diadili dalam kasus korupsi terkait penyelundupan tekstil dari Tiongkok tahun 2018-2019 akhirnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.
Putusan Mahkamah Agung Nomor:4952 K/Pid.Sus/2021 tanggal 8 Desember 2021 pada tingkat kasasi tersebut sekaligus membuktikan keberhasilan Kejaksaan Agung dalam melakukan terobosan hukum.
Karena Mahkamah Agung dalam putusannya itu mengamini tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kalau pemilik dari PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) terbukti merugikan perekonomian negara sebesar Rp1,646 triliun.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan putusan tersebut sekaligus juga memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Tipikor DKI Jakarta dan Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Terutama terhadap kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Irianto dalam kasus impor tekstil dari Tionghoa melalui pelabuhan di Batam, Kepulauan Riau,” kata Leo biasa disapa, Minggu (19/12).
Masalahnya, ungkap dia, sebelumnya terdakwa diputus bebas dari dakwaan korupsi baik dari dakwaan kesatu primair maupun dakwaan kesatu subsidair, dan hanya diputus terbukti menyuap pejabat Bea Cukai Batam sebagaimana dakwaan kedua.
Sebagaimana diputus Pengadilan Tipikor Jakarta dalam perkara Nomor: 55/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst tanggal 7 April 2021 yang kemudian menghukum terdakwa tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan.
Putusan tersebut kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta dalam perkara Nomor: 16/PID.SUS-TPK/2021/PT.DKI tanggal 22 Juni 2021.
Dikatakan Leo dengan adanya perbaikan putusan sehingga bunyi amar putusan menjadi terdakwa terbukti bersalah korupsi secara bersama-sama dalam impor tekstil dari Tionghoa sebagaimana dakwaan kesatu primair dari Tim JPU.
Yaitu melanggar pasal 2 Ayat (1) jo pasal 18 Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain terdakwa terbukti menyuap pejabat Bea Cukai sebagai dakwaan kedua, atau melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Dikatakan Leo putusan Mahkamah Agung hakekatnya membenarkan memori kasasi JPU bahwa terdakwa selain terbukti menyuap pejabat Bea Cukai Batam juga terbukti korupsi dalam impor tekstil.
“Sehingga merugikan perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi,” kata juru bicara Kejaksaan Agung.(muj)