Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau biasa dikenal juga sebagai Gedung Bundar atau Gedung Bulat.(foto/muj/independensi)

Ini Pendapat JPU Kenapa Irianto Sampai Rugikan Perekonomian Negara Rp1,646 T

Loading

JAKARTA Independensi.com) – Terdakwa Irianto akhirnya dihukum 10 tahun penjara setelah Mahkamah Agung memutuskan dia terbukti bersalah korupsi terkait penyelundupan tekstil dari Tionghoa pada tahun 2018 hingga 2019 dan menyuap pejabat Bea Cukai Batam, Kepulauan Riau

Mahkamah Agung dalam putusan perkara Nomor:4952 K/Pid.Sus/2021 tanggal 8 Desember 2021 juga meyakini terdakwa pemilik PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima terbukti merugikan perekonomian negara sebesar Rp1,646 triliun.

Apa sajakah pendapat Tim JPU dalam memori kasasi  terkait pembuktian unsur merugikan perekonomian negara sehingga mampu meyakinkan Mahkamah Agung kalau terdakwa terbukti merugikan perekonomian negara seperti dalam dakwaan kesatu primair melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Ini antara lain pendapat Tim JPU seperti disampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak biasa disapa Leo, Minggu (19/12). Menurut Leo bahwa Tim JPU sependapat dengan pertimbangan hakim tingkat banding yang membenarkan perbuatan terdakwa mengimpor tekstil secara tidak prosedural membawa berbagai dampak.

Diantaranya dengan adanya pemberian izin API-P oleh Kementerian Perdagangan kepada PT FIB dan PT PGP yang semula diharapkan akan melakukan penyerapan tenaga kerja, tapi pada kenyataannya tidak melakukan produksi pakaian jadi.

Hal ini, kata Leo, menyebabkan pertambahan nilai dari proses produksi yang harusnya dilakukan PT FIB dan PT PGP tidak terjadi.”Selain itu penyerapan tenaga kerja juga tidak terjadi,” ucapnya. Sehingga, tutur dia, angka pengangguran seharusnya dapat diturunkan oleh produksi yang dilakukan PT FIB dan PT PGP ternyata tidak terjadi.

Dikatakannya fakta juga menunjukan PT FIB dan PT PGP tidak memiliki pabrik dan tidak melakukan produksi, biaya operasional perusahaan yang sebagian menjadi sumber penerimaan negara. “Baik dari pembayaran listrik dan pembayaran BPJS tidak dilakukan oleh importir tersebut,” ungkap Leo mengutip pendapat Tim JPU.

Dikatakannya juga masuknya jumlah tekstil melebihi kuota impor yang dimiliki PT FIB dan PT PGP berkontribusi terhadap banyaknya barang tekstil yang beredar dipasaran.
“Akibatnya harga tekstil menjadi rendah dan produsen dalam negeri tidak bisa bersaing dengan barang-barang tekstil yang sebagian besar dari negara Tiongkok,” tuturnya.

Kemudian dalam kurun waktu tahun 2018 hingga 2019 ada sembilan pabrik tekstil tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor yang banyak di Indonesia.
Dampaknya tingkat produksi tekstil mengalami penurunan dan ribuan pekerja mengalami PHK. Serta berpengaruh kepada perbankan yang memberikan fasilitas kredit kepada perusahaan-perusahaan tekstil tersebut.

“Karena perusahaan-perusahaan tekstil tersebut tidak mampu membayar kembali pinjaman atau pembiayaan yang diterima,” kata juru bicara Kejaksaan ini.

                                                                                        Secara Nasional Rugi

Dia menyebutkan atas perbuatan terdakwa yang membawa berbagai dampak tersebut telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia atau juga telah menjadikan perekonomian negara secara nasional rugi.

Sehingga ahli bidang Ekonomi Rimawan Pradiptyo dan tim Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada menyatakan perbuatan terdakwa merugikan perekonomian negara didukung sejumlah alasan.

Antara lain terjadi lonjakan jumlah impor tekstil yang diselidiki secara relatif terhadap produksi nasional tahun 2017 2018 dengan tren 46,62 persenm pada periode 2018-2019 (Januari Juni) jumlah impor secara relatif meningkat 27,83 persen.

Tenaga kerja yang berdampak akibat lonjakan impor sebanyak 15.633 pekerja, dengan pengeluaran yang hilang sebesar Rp19,76 miliar sampai dengan Rp23,05 miliar.
Kemudian pangsa pasar domestik mengalami penurunan dengan tren sebesar 10,71 persen tahun 2017-2018.

Demikian juga periode 2018-2019 terjadi penurunan 3,17 persen. Penurunan produksi terjadi dengan estimasi penurunan produksi nasional sebesar Rp65,35 triliun. Penurunan aktivitas industri dalam negeri berupa penurunan produksi dan penurunan penyerapan tenaga kerja bukan disebabkan faktor lain sesuai dengan penyelidikan KPPI, namun disebabkan oleh lonjakan impor.

Berdasarkan perhitungan Ahli Ekonomi Kerugian Perekonomian Negara, tutur Leo, akibat perbuatan terdakwa Irianto mengakibatkan kerugian secara keekonomian sebesar Rp1,646 trilun.(muj)