Kejati DKI Jakarta Bongkar Dugaan Korupsi Komitmen “Fee” Lelang Proyek Pertamina

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bongkar kasus dugaan korupsi terkait komitmen fee sebesar Rp5,8 miliar dalam penetapan pemenang lelang pekerjaan pembangunan sarana pendukung gas Compressor C/W Engine Cemara Barat Field Jatibarang Asset–3 Cirebon PT Pertamina EP tahun 2018-2020.

Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Abdul Qohar Affandi kasus komitmen Fee yang terkait dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan tersebut sudah ditingkatkan dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan.

“Kita tingkatkan kepada tahap penyidikan dari penyelidikan setelah dilakukan ekspose atau gelar perkara terhadap kasus tersebut,” ungkap Abdul Qohar kepada Independensi.com, Selasa (4/1).

Sementara itu Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan kasusnya berawal ketika PT Pertamina pada tahun 2018 melelang pekerjaan pembangunan fasilitas pendukung Compressor C/W Gas Engine di NFG CMB  Field Jatibarang Aseet-3.

Dalam lelang tersebut salah satu pesertanya yaitu PT Has Sambilawang (HS) yang kemudian menjadi pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp38,950 miliar dan jangka waktu perjanjian pekerjaan dimulai 4 Januari 2019 hingga 26 April 2020 atau 479 hari dan jangka waktu pelaksanaan dimulai 4 Januari hingga 8 Desember 2019 atau 339 hari.

Padahal, tutur Ashari, secara administratif dan kelayakan PT HS tidak memenuhi syarat menjadi pemenang lelang karena tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan.

Namun, ungkap dia, Sekretaris Panitia Lelang yaitu APB yang merangkap anggota panitia lelang tetap memenangkan PT HS karena sudah ada komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai pekerjaan.

Selain diketahui dua mantan karyawan PT Pertamina yaitu JA dan N meminjam dan menggunakan nama PT HS untuk memenangkan pekerjaan  bersama HS selaku Direktur PT HS, BI dan DT selaku project manager PT PGASOL dengan bekerjasama dengan APB.

Sedangkan uang yang diterima para pihak adalah uang yang diambil dari keuangan negara dengan alasan sebagai operasional proyek yang seluruhnya diberikan sebagai bagian dari “fee project” setelah memenangkan PT HS.

Sementara dalam pelaksanaan proyek, kata Ashari, PT HS hanya sanggup melaksanakan pekerjaan dengan progres 2,8 persen sehingga PT Pertamina memutus kontrak karena ketidakmampuan PT HS menyelesaikan pekerjaannya sampai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian kontrak kerja.(muj)