Menteri LHK: Sudahi dan Jadikan Merkuri Sebagai Bagian dari Sejarah

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengingatkan kembali komitmen negara-negara yang tergabung dalam Konvensi Minamata untuk menjadikan isu merkuri sebagai perhatian global dan bekerja bersama membuatnya sebagai bagian sejarah.

“Make Mercury History, itulah kampanye Konvensi Minamata tentang Merkuri. Tagline ini berarti ke depannya sengawa ini harus disudahi penggunaanya. Karena terbukti banyak merugikan lingkungan, termasuk membahayakan kesehatan masyarakat,” ungkap Menteri Siti saat membuka Conference of the Parties (COP) ke-4 Konvensi Minamata di Denpasar, Bali, Senin (21/3)

Oleh karena itu, kata Menteri Siti, apa yang diputuskan beberapa hari mendatang, dan apa yang akan dilakukan ketika kembali ke negara masing-masing setelah pertemuan, sangat penting untuk implementasi Konvensi Minamata.

Dia pun mengatakan Konvensi Minamata yang telah berdiri kurang dari lima tahun jumlah anggotanya telah berkembang dari lima puluh menjadi lebih dari seratus tiga puluh negara anggota.

“Banyaknya negara yang bergabung di Konvensi Minamata akan membawa tantangan tersendiri,” katanya seraya menyebutkan tantangan-tantangan tersebut juga merupakan evaluasi dari konvensi.

“Yaitu seberapa jauh menerapkan dan mengevaluasi apa yang telah disepakati, kemudian bagaimana mengukurnya serta seberapa efektif evaluasi tersebut,” ucap Menteri Siti.

Adapun, tutur dia, tantangan lain harus dihadapi Konvensi Minamata adalah perdagangan ilegal merkuri. “Laporan internasional menunjukkan adanya peningkatan yang mengkhawatirkan dari perdagangan ilegal merkuri global. Terutama digunakan di sektor penambangan emas skala kecil.”

Oleh karena itu, tuturnya, Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena dampak merasa perlu bekerja sama memeranginya. “Mengingat sifat kegiatannya yang lintas batas dan dampak negatif dari penggunaan merkuri. Baik bagi manusia maupun lingkungan,” ungkapnya.

Menteri menambahkan penyelenggaraan COP-4 Minamata akan menjadi tonggak sejarah untuk komitmen para negara pihak dalam penanganan dan penghapusan merkuri.

“Bali Declaration akan jadi salah satu outcome pertemuan COP-4 Minamata dan merupakan deklarasi politik yang tidak mengikat dengan tiga tujuan, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang,” tuturnya.

Tujuan utamanya, kata Siti, untuk mengarusutamakan masalah dan urgensinya, diikuti dengan kerja sama dan kolaborasi, selanjutnya adalah tata kelola penanganan perdagangan ilegal merkuri.

“Kami percaya COP-4 Minamata pertama yang diadakan di luar Jenewa akan menjadi momen penting untuk meluncurkan Deklarasi Bali, dan mengirim sinyal kuat kepada masyarakat internasional bahwa meskipun usianya masih muda, Konvensi Minamata bersifat adaptif dan tangkas dalam menghadapi tantangan global merkuri,” ujarnya.

Dikatakannya juga upaya mewujudkan “Make Mercury History” telah dilakukan secara global, termasuk di Indonesia yang sedang menjalankan kebijakan nasional mencapai Indonesia bebas merkuri pada tahun 2030.

“Dengan fokus pada empat sektor prioritas yaitu manufaktur, energi, PESK dan kesehatan. Termasuk juga penerbitan regulasi teknis di tingkat menteri dan implementasi yang terintegrasi dengan pemerintah daerah,” tutur Siti.

Dia menyebutkan untuk memastikan implementasi kebijakan tersebut pemerintah pusat melalui Kementerian LHK memberikan konsultasi dan pembinaan kepada pemerintah daerah.

Antara lain, kata Menteri, pengelolaan data dan informasi kadar merkuri, status dan proyeksi dan program pemulihan untuk lahan yang terkontaminasi merkuri.

“Kemudian proyek percontohan teknologi pengolahan emas bebas merkuri, serta Melakukan penelitian dan kampanye untuk mengakhiri penggunaan merkuri,” ujarnya.(muj)