JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah membeberkan sejumlah jurus atau strategi guna mengoptimalkan penyelamatan keuangan negara dalam kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.
Beberapa strategi tersebut, tutur Febri, antara lain pertanggungjawaban pidana dalam kasus korupsi tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum orang perseorangan, tapi juga kepada korporasi.
“Selain untuk memunculkan efek penjeraan, juga akan menghasilkan pendapatan negara. Karena korporasi sebagai pelaku tindak pidana akan dihukum untuk membayar denda,” ungkapnya dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi III DPR RI di Gedung DPRI RI, Jakarta, Rabu (23/3).
Dia juga menyebutkan penerapan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi tidak hanya fokus pada pembuktian unsur merugikan keuangan negara, tapi juga merugikan perekonomian negara.
Pengoptimalan tersebut, katanya, dipandang perlu karena penanganan kasus korupsi saat ini hanya menitikberatkan ke pemulihan keuangan negara. “Sedangkan di sisi kerugian perekonomian negara belum menjadi pedoman standar penanganan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.”
Oleh karena itu, tuturnya, seringkali tingkat pemulihan keuangan negara tidak sebanding dengan opportunity cost dan multiplier economy impact yang timbul sebagai akibat terjadinya korupsi.
Selanjutnya, kata Febrie, penerapan secara konsisten tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan tindak pidana asal tkorupsi.
“Selain untuk efek penjeraan, juga sebagai upaya untuk penyelamatan keuangan negara dan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP,” kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri Bandung.
Oleh karena itu, tuturnya, beberapa strategi tersebut diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi dan efek penjeraan (deterrent effect) kepada masyarakat untuk tidak korupsi.
“Juga untuk optimalisasi asset recovery sebagai upaya penyelamatan dan pemulihan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebagai akibat korupsi. Serta meningkatkan PNBP dan sebagai kemanfaatan praktis pencegahan dan penindakan korupsi,” ujarnya.
Pergeseran Paradigma
Febrie sebelumnya di depan anggota Komisi III DPRI mengatakan saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam penanganan korupsi yang awalnya nepresif menjadi preventif.
“Karena penegakan hukum kini tidak lagi menitikberatkan kepada berapa banyak perkara korupsi yang ditangani dan pelaku yang dihukum. Namun lebih kepada upaya untuk menjamin satu wilayah bebas dari korupsi,” ucapya.
Selain itu, katanya lagi, bagaimana kerugian keuangan negara dapat dipulihkan dengan menggunakan metode follow the money guna memaksimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil penyelamatan keuangan negara.
“Maka salah satu upaya yang dilakukan dalam menangani korupsi dengan membentuk Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK). Agar penanganan korupsi yang memiliki impact besar terhadap keuangan maupun perekonomian negara bisa tuntas,” ujarnya.(muj)