Buron 13 Tahun, Lim Kion Hin DPO Kejati Kalbar Ditangkap di Bengkulu

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Tim tangkap buronan (Tabur) bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat  kembali menunjukan tajinya dengan berhasil menangkap Komisaris PT Sinar Kakap Lim Kion Hin yang buron selama 13 tahun dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Lim Kion Hin alias Aheng yang berstatus terpidana kasus korupsi Bank BNI Cabang Pontianak ini ditangkap Tim Tabur Kejati Kalimantan Barat bersama Kejati Bengkulu di rumah kontrakannya Jalan Pasar Ipuh, Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Senin (28/3) sekitar pukul 11.15 WIB.

“Selanjutnya terpidana dibawa dan diamankan di Kantor Kejati Bengkulu dan rencananya pada hari Selasa (29/3) akan diterbangkan ke Pontianak untuk diserahkan kepada ke pihak Kejaksaan Negeri Pontianak guna dieksekusi,” tutur Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (28/3).

Sumedana menyebutkan keberhasilan penangkapan terpidana berawal dari informasi yang diperoleh Tim Tabur Kejati Kalbar kalau salah satu DPO sejak tahun 2009 yaitu atas nana Lim Kiong Hin bersembunyi di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.

“Atas informasi tersebut kemudian Kepala Kejaksaan Kalimantan Barat meminta bantuan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk menelusuri keberadaan sang buronan yang akhirnya berhasil diamankan Tim tabur gabungan kedua Kejati pada hari ini,” ujarnya.

Salahgunakan Fasilias Kredit

Kasus yang menjerat terpidana berawal ketika selaku Komisaris dan kuasa Direktur PT SK bersama-sama M Farid A selaku Accounting Manager mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak.

Berupa kredit investasi sebesar Rp4,5 miliar dan Kredit Modal Kerja sebesar Rp500 juta dengan menyerahkan data-data Legalitas Usaha, Manajemen Usaha serta Daftar Rencana Investasi membangun pabrik pengolahan hasil laut sebesar Rp5,162  miliar dan pabrik es kapasitas 60 ton perhari sebesar Rp2,810 miliar.

Guna mendukung proposal rencana investasi terpidana membuat dan menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif untuk membuktikan adanya pembiayaan sendiri oleh PT SK yang nilainya di mark up terpidana. Antara lain Invoice dari Kwang Tai Refrigenerator dan empat kuintansi dari PT. Era Teknik.

Setelah disampaikan ke pihak Bank BNI Cabang Pontianak yaitu Agus Wibowo, ST dan Alih Swasono (selaku Penyelia Pemasaran Bisnis Bank BNI Cabang Pontianak), selanjutnya dilakukan verifikasi fisik barang dengan mendatangi pabrik pengolahan udang PT SK.

“Kemudian pada10 Agustus 2001, permohonan fasilitas kredit yang diajukan pada 7 Juni 2001 disetujui Bank BNI Cabang Pontianak,” ungkap Sumedana.

Selanjutnya pada 16 November 2001, terpidana mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 miliar dengan jaminan kapal kargo “Bali Express” senilai Rp900 juta yang kemudian dinaikan nilai jaminannya sebesar Rp2,4 miliar.

Terpidana pada Januari 2002, kemudian kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional sebesar Rp1,350 miliar dan lagi-lagi pada 11 April 2002 mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp8 miliar.

Namun setelah dananya cair, tutur Sumedana, terpidana menyalahgunakan fasilitas kredit dimana seharusnya digunakan meningkatkan target penjualan. “Tapi digunakan terpidana untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.

Akibat perbuatan terpidana, Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekitar Rp16,448 miliar. Dalam kasus ini terpidana berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor : 30/PID/2008/PT.PTK tanggal 30 Maret 2008 yang telah inkracht dihukum lima tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.

Terpidana diwajibkan juga untuk membayar uang sebesar Rp16,448 miliar dengan ketentuan jika uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.(muj)