Agus Mananohas

Agus Mananohas, Kakek Penabuh Genderang Perlawanan Rakyat Sangihe

Loading

Oleh: Eddy Lahengko

Sebuah Film dokumenter tentang perjuangan rakyat Sangihe mempertahankan pulaunya dari eksploitasi perusahaan tambang Internasional, akan dirilis dalam waktu dekat.

Di posternya terlihat seorang lelaki tua berwajah garang sedang mengikat kepalanya dengan kain hitam. Ini adalah poster penayangan perdana film dokumenter berjudul “Sangihe Melawan” produksi Watchdoc dan Greenpeace Indonesia.

Lelaki tua dalam poster itu adalah Agus Mananohas. Ia seorang petani berusia 75 tahun asal desa Salurang, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, kabupaten Kepulauan Sangihe. Potret dalam poster itu adalah saat Agus Mananohas sedang mempersiapkan diri untuk memimpin aksi massa pada 10 November 2021 di dua desa yakni di Bentung Kecamatan Tabukan Selatan, dan di Bowone Kecamatan Tabukan Selatan Tengah.

Aksi tersebut adalah aksi penolakan kehadiran PT. TMS, sebuah perusahaan tambang emas, anak perusahaan Baru Gold Corporation asal Kanada.

Seperti telah diketahui publik. Masyarakat Sangihe melalui gerakan Save Sangihe Island (SSI) saat ini sedang gencar-gencarnya menolak kehadiran PT. Tambang Mas Sangihe (TMS), perusahaan tambang yang mendapatkan konsesi sebesar 42.000 Ha oleh Kementerian ESDM. Konsesi itu adalah sebesar 57 % dari total daratan pulau Sangihe yang hanya sebesar 73.698 Ha.

Gugatan pun dilayangkan oleh masyarakat Sangihe di PTUN Jakarta terhadap Ijin Operasi Produksi PT. TMS yang dikeluarkan tanggal 29 Januari 2021 oleh Kementerian ESDM-RI. Sedangkan ijin lingkungan yang diterbitkan oleh  Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu Sulawesi Utara tanggal 25 September 2020 digugat di PTUN Manado.

Agus Mananohas adalah penggugat utama terhadap Ijin operasi produksi PT. TMS, di PTUN Jakarta. Meski PTUN Jakarta pada akhirnya menyatakan tidak berwenang mengadili, namun Agus Mananohas bersama enam orang rekannya dengan lantang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.

Sebaliknya gugatan masyarakat Sangihe diwakili Tabita Gaspar dan 55 orang perempuan asal desa Bowone dan Binebas dikabulkan oleh Hakim PTUN Manado.

Hakim membatalkan Izin lingkungan PT. TMS dan memerintahkan kepada Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu Sulawesi Utara (DPMPTSP) untuk mencabut izin tersebut dan menunda pemberlakuannya.

Hal ini sangat menggembirakan hati para pejuang SSI termasuk Agus Mananohas yang selama ini berjibaku menolak kehadiran perusahaan tambang yang akan mengeksploitasi pulau Sangihe selama 33 tahun.

Agus bukan hanya berani menggugat di pengadilan. Ia juga memimpin massa rakyat turun ke jalan. Di setiap aksi yang dilaksanakan SSI, Agus Mananohas yang selalu ditemani istrinya yang sama-sama telah berusia uzur , selalu berdiri di barisan  terdepan.

Selain aksi monumental yang dipimpinnya pada 10 November 2021 di desa Bowone dan Bentung

Tabukan Selatan, yang paling krusial adalah pada dua kesempatan. Pertama pada 21 – 24 Desember 2021, ketika Agus bersama seluruh pejuang SSI dari berbagai kampung mengusir mesin bor PT. TMS di pelabuhan penyeberangan Pananaru.

Di saat umat Kristiani di pulau Sangihe menghayati Natal di gereja-gereja. Agus Mananohas dan rekanrekannya merayakan Natal di bawah guyuran hujan di pelabuhan Pananaru hingga kapal CT Bintang Setiawan yang membawa alat berat PT. TMS, dapat diusir keluar dari pulau Sangihe.

Yang kedua pada 3 Februari 2022 di pelabuhan yang sama. Bersama puluhan anggota SSI yang kebanyakan perempuan, ia kembali mengusir alat berat PT. TMS yang hendak dimasukkan kembali ke Sangihe melalui kapal penyeberangan dari Bitung. Dengan tanpa takut bersama Albiter Makagansa dari

Salurang, Ridwan Lahopang dan anggota masyarakatnya dari kampung Menggawa, Jan Takasihaeng, Robison Saul, Elbi Pieter, serta para perempuan lainnya mereka mengusir kapal yang membawa alat berat itu meski dikawal oleh lebih dari 250 personel anggota polisi dari POLRES Sangihe.

Agus menyatakan bahwa ia telah menghibahkan nyawanya untuk mempertahankan pulau Sangihe.  “Magholo maeng mate ku matengu saki, ondobeng mate pia gunane” (sayang kalau mati hanya oleh penyakit, lebih baik mati karena memperjuangkan sesuatu yang berguna),” tuturnya dengan penuh semangat.

Dan sampai hari ini, Agus Mananohas bersama isteri dan anak-anaknya, serta seluruh pejuang SSI tetap setia berada di garis depan perjuangan untuk mempertahankan pulau Sangihe.

Penulis adalah wartawan senior, tinggal di Jakarta