JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengapresiasi pembentukan Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa yang dilakukan Kejaksaan guna menjadi sarana rehablitasi bagi penyalahguna dan pencandu narkotika.
Menurut Mahfud keberadaan dari Balai Rehablitasi tersebut juga sebagai bentuk implementasi atau penerapan dari keadilan restoratif yang tidak hanya diatur dalam tataran normatif dan konseptual belaka.
“Namun juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung, dan kejaksaan sudah memulai membuat tonggak bersejarah tersebut,” kata Mafud di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat meresmikan 10 Balai Rehablitasi Napza Adhyaksa di sepuluh wilayah hukum Kejaksaan Tinggi di daerah, Jumat (1/7).
Dia sebelumnya mengungkapkan Kejaksaan telah melakukan langkah strategis dengan menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan pendekatan Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan asas Dominus Litis.
Dikatakannya rehabilitasi dimaksudkan untuk memulihkan penyalahguna narkotika, dengan harapan selesai menjalani rehabilitasi penyalahguna dapat pulih dari ketergantungan terhadap narkotika, pulih secara fisik, mental dan dapat diterima kembali di lingkungan sosialnya.
Oleh karena itu dia berharap Balai Rehablitasi Napza Adhyaksa didukung pemerintah daerah di seluruh Indonesia sebagai upaya implementasi dan menjadi sumbangsih bagi pengguna dan penyalahgunaan korban Napza.
Separuhnya Terpidana Narkotika
Apalagi, ungkapnya, berdasarkan data Dirjen Pemasyarakatan pada Kementerian Hukum dan HAM per Juni 2022 jumlah penghuni Lapas dan Rutan di Indonesia mencapai 278.487 orang dari kapasitas 132.107 orang atau over kapasitas mencapai 211 persen.
“Sementara terpidana narkotika menjadi penyumbang terbesar penghuni lapas dan rutan yaitu 138.501 orang tahanan dan narapidana atau sebesar 49,7 persen,” kata Menko Polhukam.
Dia mengakui fenomena over kapasitas menyebabkan fungsi pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan menjadi tidak optimal dan secara tidak langsung berdampak tidak berimbangnya jumlah petugas di Lapas dengan jumlah penghuni Lapas.
“Dampaknya timbul berbagai permasalahan di Lapas. Antara lain kerusuhan yang memakan korban jiwa, kebakaran Lapas dan tingginya biaya untuk penyediaan sarana prasana dan layanan bagi warga binaan pemasyarakatan. Serta lahirnya tindak pidana baru seperti peredaran narkotika yang dikendalikan,” ujarnya.
Sementara Jaksa Agung Burhanuddin saat dialog interaktif secara virtual dengan jajarannya menyampaikan hal yang paling terpenting memanusiakan korban dan pengguna Napza yang dalam pelaksanaannya melibatkan tenaga medis untuk memonitor kesehatan fisik dan jiwa pengguna.
“Sehingga mereka yang menjadi korban tidak ada stigma negatif di masyarakat dan ke depan agar dilakukan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan para ulama sehingga secara spiritual dapat disembuhkan,” ujarnya.
Ke 10 Balai Rehablitasi Napza Adhyaksa yang diresmikan Mahfud MD berada di wilayah hukum Kejati Jawa Barat, Kejati Aceh, Kejati Kepulauan Riau, Kejati Bangka Belitung, Kejati Banten, Kejati DI Yogyakarta, Kejati Jawa Timur, Kejati Kalimantan Barat, Kejati Kalimantan Tengah, Kejati Sulawesi Tengah dan Kejati Sulawesi Selatan. Hadir dalam acara antara lain Kajati Jawa Barat Nana Asep Mulyana dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.(muj)