TASIKMALAYA (Independensi)- Mantan Kapolda Jabar Irjen Pol (Purn) Dr H Anton Charliyan, MPKN mengutuk aksi pencopotan label bantuan dari sebuah gereja pada tenda bantuan yang diberikan untuk korban gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, baru-baru ini.
“Saya secara pribadi maupun atas nama Organisasi yang selama ini berjuang bersama-sama saya seperti SAMMARI, Koalisi Rakyat Bersatu, BP2MP, Laskar Siliwangi, Manggala Garuda Putih, Fantastik, Almagari dan lainnnya mengutuk keras terjadinya pencopotan label Gereja oleh siapapun dalam rangka bantuan bencana Alam di Cianjur ” tegas Anton, Senin (28/11/2022).
Karena, sambung Anton, dalam hal ini mereka datang dalam misi Kemanusiaan serta semangat gotong royong untuk saling tolong menolong, saling peduli antar sesama, bukan misi agama. Jika mereka memakai Label adalah suatu hal yang wajar, karena semua yang datang membawa spanduk, label dan benderanya masing-masing.
Tidak ada yang berhak melarang dari komunitas apapun, termasuk komunitas agama yang berlainan.
“Jika pencopotan label ini ditolelir, agar Bupati dan Kapolres memberlakukan hal yang sama , jangan ada satu tulisan atau atribut apapun yang diperbolehkan dalam rangka memberi bantuan terhadap korban bencana Cianjur, termasuk label-label Pemerintah dan label Polisi itu sendiri, jika betul-betul murni alasannya hanya untuk Kemanusiaan semata, sebagaimana pernyataan yang disampaikan Bupati dan Kapolres ,” tegas Anton.
“Tolong agar berhati-hati dalam membuat suatu statement, jangan sampai terkesan standar ganda , jangan sampai terlihat menyolok mata, dimana yang ini boleh, tapi yang lain tidak boleh dicopotin atribut dan labelnya, apalagi disini terlihat dicopot karena alasan Agama. Sangat-sangat tidak relevan dan tidak Logis, jika karena bantuan bencana ini dianggap sebagai sebuah misi untuk penyebaran agama,” sambung budayawan Sunda itu.
Anton melanjutkan, terlepas dari alasan apapun juga ini adalah tindakan Intoleran yang tidak boleh dibiarkan. Harus di Tindak tegas sebagaimana pernyataan Gubernur Jawa Barat.
“Saya sepakat sekali, karena jika terus dibiarkan, hal ini akan dianggap sebagai sebuah pembenaran, dan pasti akan terus terulang. Ingat Indonesia ini BUKAN NEGARA AGAMA tapi Negara yang berazaskan BHINEKA TUNGGAL IKA, Bukan milik Satu Agama Tertentu, bukan juga milik Mayoritas, karena dengan Konsepsi Bhineka Tunggal Ika ini kita semua paham sudah tidak ada lagi Mayoritas dan Minoritas, tidak ada lagi Superioritas yang paling Aku,” tegas Anton.
Anton menegaskan berbicara dalam hal ini sebagai seorang Muslim yang pernah Ziarah ke Mekkah 4 kali. Dia menyatakan, sepanjang perjalanannya belajar Ilmu agama, Islam tidak pernah mengajarkan untuk merusak, apalagi membenci dan mendiskreditkan agama lain.
“Saya mohon dalam hal ini Pemerintah, Aparat Keamanan juga Kapolri bisa bertindak tegas, para ulama yang nasionalis agar turut juga mengingatkan masyarakat luas. Jangan sampai ibarat pepatah sudah jatuh kena bencana, ketimpa tangga pula. Semoga dari kejadian ini kita sebagai sebuah bangsa, bisa lebih saling menghargai dalam berbagai aspek kehidupan sosial, antar umat Beragama. Kikis habis sikap-sikap Intoleran di NKRI ini, karena bila terus menerus dibiarkan akan jadi Virus yang lebih berbahaya dari Covid 19, yang akan membahayakan kehidupan Berbangsa dan Bernegara di NKRI ini,” papar Anton.
Seperti diketahui, beredar di media sosial sebuah video singkat yang menunjukkan jajaran tenda yang disebut sebagai bantuan untuk korban gempa di Cianjur. Dan tampak adanya tulisan di tenda tersebut yang menyebutkan bantuan dari gereja.
Terdengar pula suara seorang pria yang menyebut bantuan tenda itu berada di pelosok Cianjur.
“Miris, merisaukan. Bantuan yang ada di daerah Cianjur pelosok dipasok oleh gereja-gereja,” ucap pria itu.
Setelahnya, video menunjukkan sejumlah orang yang membongkar tulisan ‘Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injili Indonesia’ yang menempel di atap tenda itu. Namun tenda-tenda itu sendiri tetap berdiri.
Polisi menegaskan aksi pencopotan label bukanlah dilakukan oleh warga setempat yang mengungsi di posko. Melainkan dari pihak ormas yang berada di luar wilayah tersebut.
Adapun ormas yang melakukan aksi pencopotan label gereja itu adalah ormas Gerakan Reformis Islam (Garis). Untuk diketahui, Garis didirikan oleh Chep Hernawan, yang pernah mengklaim dirinya telah didaulat sebagai pemimpin regional ISIS di Indonesia pada 2014 lalu.
Di tahun yang sama, Chep Hernawan juga memberangkatkan 156 orang WNI ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Bersama beberapa rekannya, Chep ditangkap di Cilacap pada 12 Agustus 2014 dan ditemukan bendera ISIS di dalam mobilnya. (Hiski Darmayana)