PUM UIN SMH Digugat

Loading

Serang- Pemilihan Umum Mahasiswa atau PUM menjadi penentu estafet kepengurusan Organisasi Mahasiswa Internal Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten ke depannya.

Aktivis mahasiswa UIN SMH Hendy Permana menyatakan, PUM menjadi wadah belajar Mahasiswa dalam berdemokrasi di kampus. Menerapkan ilmu yang sudah dipelajari selama perkuliahan.

“Namun, ternyata PUM ini yang seharusnya secara esensi nya adalah milik Mahasiswa, dalam artian Mahasiswa lah yang berhak dalam menentukan dan yang mempunyai hak lebih, tetapi di belakang itu diduga ada pihak yang melakukan intervensi secara lebih,” ujar Hendy baru-baru ini.

Berangkat dari kasus Dedi Setiawan sebagai Calon Wakil Presiden Mahasiswa yang terindikasi sebagai sekretaris jenderal salah satu organisasi penggerak tim sukses Partai politik praktis, Hendy menyatakan ada pihak yang ikut campur dengan menggunakan Kekuasaan nya sebagai pemangku jabatan tertinggi di dalam kampus untuk melindungi Dedi supaya tetap menjadi Wakil Presiden Mahasiswa.

Padahal sudah jelas bahwa Dedi melanggar aturan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan PUM. Keterlibatan Dedi sudah menjadi bukti yang sangat fatal, kampus tidak boleh menjadi ladang ataupun lahan sebagai praktik politik praktis.

“Marwah kampus yang menjadi rahim pencetak para intelektual yang berkualitas akan ternodai dengan ditunggangi oleh politik praktis,” ujarnya.

Terlebih pemangku jabatan tertinggi di dalam kampus diduga terlibat dalam kasus ini. Pun dengan Bacaleg nya yaitu Saripah Ainun Jariyah, ketidakmampuan dan kapasitas serta kredibilitas nya sangat lah minim, sebab keikutsertaan mahasiswa dalam tim sukses nya adalah suatu pencideraan marwah mahasiswa dan nilai akademis.

” Sikap determinatif Bacaleg yang tidak diikuti oleh pengetahuan yang cukup luas, pada akhirnya menyeret Mahasiswa dalam tubuh politik praktis,” ujarnya.

“Sikap Profesionalitas dan nilai budaya akademik yang digaungkan menjadi visi misi UIN SMH Banten hanya menjadi penghias spanduk dan ruangan rektorat saja. Dalam praktinya, ternyata hal itu nihil,” tambah Hendy.