Sengketa Rumah di Jl Nusa Indah, Penggugat Kecewa Para Tergugat Tidak Hadir Mediasi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sidang gugatan sengketa rumah di Jalan Nusa Indah Raya Blok H Kavling Nomot 2,3,4 Kelurahan Cipinang Muara, Jakarta Timur yang berawal dari hutang piutang menimbulkan kekecewaan dari pihak penggugat.

Masalahnya sidang yang memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur, Kamis (24/08/2023) tidak dihadiri satupun dari pihak tergugat. Salah satunya Putri Zulkifli Hasan anak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

“Sehingga sidang mediasi ditunda dan dilanjutkan lagi pada Hari Kamis  tanggal 21 September 2023,” ungkap Yayan Riyanto kuasa hukum dari Aziz Anugerah Yudha Prawira (Penggugat I), Binar Imammi (Penggugat II) dan Galuh Safarina Sari Kalmadara (Penggugat III), Jumat (25/08/2023).

Yayan pun menyayangkan ketidak-hadiran dari para tergugat di tahap mediasi. “Karena klien kami selaku penggugat ingin rumah yang jadi obyek sengketa dikembalikan dan klien kami akan membayar semua hutang-hutangnya, termasuk bunganya.”

Dia menyebutkan dalam sengketa rumah tersebut ketiga kliennya selaku pihak penggugat dengan pihak tergugat yaitu Lie Andry Setyadarma (tergugat I), Gianda Pranata (tergugat II), Putri Zulkifli Hasan (tergugat III), H Syafran (tergugat IV) dan Kepala Kantor ATR/Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur (turut tergugat).

Sengketa berawal ketika kliennya Aziz Anugerah Yudha Prawira butuh pinjaman uang dan oleh temannya dikenalkan kepada Gianda Pranata yang bisa mencairkan pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah.

“Dijanjikan akan mendapat pinjaman Rp5,5 miliar dengan dikurangi atau dipotong untuk bunga dan lain-lainnya total Rp1,7 miliar rupiah,” ujar Yayan seraya menyebutkan sebagai jaminan hutang kliennya menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) rumah di Jalan Nusa Indah Raya Blok H kavling No. 2,3,4 Kelurahan Cipinang Muara atas nama Binar Imammi kepada H Syafran selaku tergugat IV.

Pada 28 September 2020, terjadi pertemuan antara para penggugat, tergugat dan disepakati perjanjian pinjaman uang dan dibuatkan akta-akta oleh tergugat IV di kantor notaris. Namun ternyata Aktanya berupa Akta Pengikatan Jual Beli No.08/2020, Akta Kuasa untuk Menjual No.09/2020 dan Akta Perjanjian Pengosongan No.10/2020.

Pada awalnya kliennya sempat protes dan bertanya kenapa dibuat Akta Pengikatan Jual Beli, bukan perjanjian pinjam uang. Namun dijawab tergugat II bahwa prosedurnya seperti itu dan ini hanya formalitas saja.

“Karena dijawab hanya formalitas para penggugat percaya dan kemudian penggugat II dan penggugat III menandatangani akta-akta tersebut,” tutur Yayan seraya menyebutkan sebagai tindak lanjutnya tergugat I mentransfer uang ke penggugat III sebesar Rp5,5 miliar dan langsung dipotong Rp1,7 miliar.

Hanya saja, kata dia, saat kliennya hendak memperpanjang pinjaman, pihak tergugat I mengatakan kalau dia sudah membeli rumah tersebut. “Padahal komunikasi penggugat I dengan tergugat II dan tergugat I, tergugat IV menyatakan transaksi yang dilakukan adalah pinjaman. Bahkan ketika penggugat I hendak melunasi pinjaman juga dipersulit komunikasinya,” ucapnya.

Belakangan, kata Yayan, Sertifikat Hak Milik atas obyek sengketa diketahui telah dibalik nama dari penggugat II menjadi tergugat I oleh kantor BPN selaku turut tergugat tanpa pemberitahuan atau peringatan kepada penggugat I atau penggugat II

Selanjutnya obyek sengketa juga beralih kepemilikan dari tergugat I ke tergugat III. “Karena tidak ada titik temu, penggugat II pada 10 November 2021 membuat Laporan Polisi di Bareskrim Polri dengan terlapor tergugat I dan kawan kawan,” ungkapnya.

Menurut Yayan akibat perbuatan dari para tergugat tersebut diduga telah merugikan kliennya. “Karena jika obyek sengketa dijual akan menghasilkan uang kurang lebih Rp30 miliar. Sehingga selain lapor ke polisi,  pihaknya juga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.”(muj)