PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang kejahatan perbankan dan penggelapan uang nasabah warga Pekanbaru sebesar Rp 25 miliar, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin, (28/8). Terdakwa Daniel Sitorus (57) Direktur PT Danora Agro Prima (DAP) dan PT Danora Kakao Internasional (DKI), hadir dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Dr Salomo Ginting SH,MH dengan hakim anggota Iwan Irawan SH dan Daniel Ronald SH, Mhum.
Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) D Nainggolan SH dan Deddy Iwan Budiono SH menghadirkan 7 orang saksi korban yang menanamkan dananya di PT Danora. Akan tetapi, pada sidang yang menarik perhatian warga Pekanbaru itu, karena keterbatasan waktu, majelis hakim meminta keterangan dari 4 orang saksi korban, sedangkan 3 orang lagi akan didengar keterangannya dalam persidangan Rabu, (6/9) minggu depan.
Archenius Napitupulu (76) saksi korban dalam keterangannya di persidangan menjelaskan, pihaknya bersedia melakukan investasi di PT Danora, adalah akibat bujuk rayu Agustina yang beberapa kali mendatangi rumahnya di Jl Kenanga-Pekanbaru sekitar tahun 2018 lalu, untuk memasarkan sejenis deposito bernama Medium Term Note (MTN).
Menurut saksi korban, saat itu Agustina menjelaskan bahwa, PT Danora Kakao Internasional merupakan perusahaan besar di bidang penggilingan biji coklat, eksport lemak coklat dan coklat bubuk, produksinya di ekspor ke Eropa salah satunya ke negara Belanda. “Agustina menyampaikan bahwa perusahaan butuh tambahan modal pengembangan usaha dan menawarkan agar saya menanamkan modal di PT Danora melalui deposito MTN dengan bunga 10 persen ,” ujar Archenius
Bunganya lebih tinggi dari bunga bank, lebih terjamin karena ekspornya saja ke Eropa, kata Agustina sebagaimana ditirukan Archenius. Namun saat itu, Archenius tidak langsung menerima tawaran Agustina. Hingga beberapa bulan kemudian Agustina kembali datang bersama Jerry yang juga marketing PT DKI.
Keduanya kembali meyakinkan kalau investasi di PT DKI sangat menguntungkan dan semua izin sudah ada, termasuk dari otoritas jasa keuangan (OJK). Bahkan keduanya berjanji akan mempertemukan saksi korban dengan terdakwa Daniel Sitorus. “Jangan sampai ada tipu-tipu kata saya. Lalu dijawab Jerry tidaklah Pak,” ungkap Archenius mengenang pertemuannya dengan Agustina dan Jerry dirumahnya.
Lalu kedua marketing perusahaan PT Danora itupun mempertemukan saksi dengan terdakwa Daniel Sitorus di kantor PT DKI di kawasan Kuningan-Jakarta. Saat itu, saksi korban yang didampingi istrinya Pormian Simanungkalit bersama Agustina dan Jery bertemu dengan Daniel Sitorus.
Dalam pertemuan tersebut, terdakwa kembali meyakinkan saksi bahwa perusahaan ini sangat besar dan menguntungkan untuk berinvestasi. Terdakwa menjanjikan keuntungan bunga 10 persen per tahun dibagi 12 bulan, dari dana yang di-investasikan. Bahkan saat itu, saksi diajak terdakwa untuk mengunjungi pabrik pengolahan coklat setengah jadi yang akan diekspor ke Eropa.
Saksi sempat menanyakan izin OJK terkait pengumpulan dana masyarakat yang dilakukan terdakwa. Saat itu, terdakwa mengaku kalau PT Danora sudah memiliki izin OJK dan berjanji akan memberikan foto copynya. Akhirnya pada November 2019, saksi menanamkan modalnya ke PT DKI sebesar Rp 2,5 miliar.
Deposito MTM itu atas nama anaknya, Natalia Napitupulu dengan Nomor DKI 0772 MTN. Awalnya kata Archenius, pihaknya memang menerima bunga keuntungan dari PT DKI berkisar Rp18-21 juta per bulan. Namun bunga itu hanya lancar dibayar hingga 3 bulan saja. “Mulai bulan Maret 2020, tidak dibayar lagi (bunga-red), alasannya Covid-19, uang belum dicairkan oleh pihak perusahaan di Belanda dan sebagainya ,” ujar Archenius.
Archenius mengaku meminta kepada terdakwa untuk mengembalikan dana awal yang telah ditanamnya di PT DKI itu. Akan tetapi dengan berbagai alasan, terdakwa tidak kunjung mengembalikannya. Belakangan saksi mengetahui kalau PT DKI tidak memiliki izin OJK dalam menghimpun dana masyarakat. Karena merasa ditipu, kasus inipun dilaporkannya ke kepolisian.
“Dari rangkaian semua peristiwa ini, apa yang saksi rasakan saat ini, tanya ketua majelis hakim Dr Salomo Ginting. Saya merasa kena tipu yang mulia, apalagi setelah mengetahui bahwa PT Danora tidak memiliki ijin OJK dalam menghimpun dana dari masyarakat. Saya merasa uang saya digelapkan ,” jawab Archenius.
Hal yang sama juga disampaikan saksi korban lainnya yakni, Agus Yanto Manaek Pardede dan Elida Siagian. Mereka mengakui juga kena tipu dan uangnya digelapkan terdakwa melalui investasi MTN perusahaan PT DKI. “Saya kena tipu dan minta agar uang saya dikembalikan,” ujar Agus Manaek Pardede dan Elida Siagian menjawab majelis hakim.
Menjawab pertanyaan hakim, terdakwa Daniel Sitorus yang didampingi pengacara Elsa Syarif dan rekan mengakui bahwa, pihaknya ada menerima uang yang di transfer para saksi korban ke rekeningnya dan membubuhkan tanda tangan di MTN (Medium Term Note), ujar terdakwa Daniel Sitorus didepan persidangan.
Untuk diketahui, dalam kasus ini ada enam orang nasabah di Pekanbaru yang berhasil digaet terdakwa melalui tim pemasarannya untuk menanamkan dana ke PT DKI. Diantaranya, Natalia Napitupulu, Meli Novriyanti, Agus Yanto Manaek Pardede, Elida Sumarni Siagian, Oki Yunus Gea dan Aryanti. Total dana yang dikumpul terdakwa dari nasabahnya itu sebanyak Rp 25 miliar.
Atas perbuatan terdakwa itu, JPU menjeratnya dengan tiga pasal berlapis. Pertama, Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua, Pasal 378 KUHP tentang penipuan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ketiga, pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Maurit Simanungkalit)