Penandatanganan dilakukan langsung oleh Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani dan Kepala PA Gresik Ahmad Zainal Fanani dan disaksikan sejumlah Kepala organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Gresik.
“Nota Kesepahaman ini, memuat beberapa poin penting. Sebagai bentuk nyata keberpihakan Pemkab Gresik terhadap perempuan dan anak pasca perceraian,” kata Gus Yani sapaan akrab Bupati Gresik dalam sambutanya usai penandatanganan MoU, Kamis (20/6).
Lebih lanjut menurutnya MoU ini juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberikan perlindungan khususnya kepada perempuan dan anak agar hak-haknya terlindungi secara hukum.
“MoU ini merupakan hal yang sederhana, namun sangat berharga. Ini tidak lepas dari manfaat perlindungan yang didapat oleh perempuan maupun anak-anak atau masyarakat Gresik pada umumnya secara yuridis,” sambungnya.
“Kesepakatan ini adalah langkah konkret kami bersama Pengadilan Agama Gresik dalam memastikan bahwa hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian terjamin dengan baik. Dengan begitu, kualitas hidup perempuan dan anak bisa lebih terjamin. Sehingga dapat meminimalisir munculnya permasalahan di masa yang akan datang,” tegasnya.
Gus Yani menambahkan terkait pernikahan dini atau nak dibawah umur sejak setahun yang lalu pihaknya telah berupaya melakukan edukasi bersama Pengadilan Agama Gresik.
“Adanya MoU ini, tentu akan menjadi penguat dalam upaya pencegahan pernikahan dini. Sehingga diharapkan mampu memberikan pencerahan terhadap para remaja khususnya terhadap duduk persoalan pernikahan di usia muda,” tukasnya.
“Ini komitmen kita, untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Gresik. Selepas penandatanganan ini, saya harapkan bisa ditindak lanjuti oleh dinas-dinas terkait,” tandasnya.
Sementara, Kepala Pengadilan Agama Gresik, Ahmad Zainal Fanani menambahkan bahwa kolaborasi yang dilakukan ini bisa menjadi langkah strategis dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak di Kabupaten Gresik.
“Kami berharap, sinergi ini akan membawa dampak positif bagi masyarakat Gresik secara keseluruhan. Karena ada landasan hukum yang memastikan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian terlindungi dengan baik,” imbaunya.
“Persoalan ini jika dibiarkan, tentu bisa memicu timbulnya klaster kemiskinan baru di Kabupaten Gresik. Sebab, angka perceraian di tahun 2023 mencapai 80 persen atau sekitar 3.000 perkara. Sedangkan untuk perkawinan anak, tercatat 300 kasus, sehingga melalui sinergitas yang kita lakukan angkanya bisa ditekan hingga dibawah angka 100 pada tahun 2024 ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui bahwa kerjasama yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) tersebut, baru pertama kali dilakukan dan Gresik menjadi daerah pertama sekaligus sebagai pilot projek agar nantinya bisa berkembang dan bisa dilakukan atau diikuti oleh daerah lainnya. (Mor)