JAKARTA (IndependensI.com) – Berbicara tentang kebebasan berpendapat di dunia maya dilindungi oleh undang-undang. Meski demikian, dalam mengekspresikan kebebasan berpendapatnya, seseorang harus memahami koridor atau batasan berdasarkan norma.
Karena itu, dalam mengungkapkan pendapat dan komentar, setiap orang harus menghindari unsur-unsur tercela yang dapat berakibat buruk terhadap orang lain. Tak hanya itu, dalam bermedia sosial, seyogyanya melakukan peninjauan ulang terhadap informasi yang akan dibagikan pada khalayak, seperti status, foto atau video.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) membahas bagaimana menjaga norma dan etika di dunia maya dalam NGOBRAS atau Ngobrol Bareng Legislator dengan tema “Etika Berpendapat di Media Sosial” pada Selasa, 6 Februari 2024.
Dalam sambutannya H. Fadlullah, S.E selaku anggota Komisi I DPR RI menyampaikan bahwa pemilu tinggal menghitung hari. Pemilu damai akan menjadi satu tujuan mutlak yang harus dicapai semua pihak. Meski hak berpendapat milik siapa saja, namun menjaga sopan santun di media sosial tetap penting.
“Dari sekarang banyak sekali kita lihat di media sosial, ada hoaks, ada berita atau informasi tidak akurat atau black campaign, harus kita hindari,” ungkap Fadlullah.
Dosen UIN Ar Raniry Banda Aceh, Dr. Sri Rahmi, M.A mengungkapkan bahwa hampir semua aspek kehidupan telah bertransformasi dalam dunia digital. Ketika berpikir bahwa memiliki media sosial berarti bebas melakukan apa saja merupakan sebuah kesalahan berpikir, terutama ketika media sosial sudah jadi konsumsi publik.
Saat ini, wajah kehidupan sosial masyarakat mayoritas berlangsung di dunia maya. Tak hanya itu, disrupsi dalam berbagai aspek kehidupan terus berlangsung terutama dalam era Revolusi 4.0 dengan budaya baru dari inovasi teknologi.
Kemampuan untuk terus mengembangkan diri dengan terus menyesuaikan perkembangan teknologi perlu dilakukan. “Kita sudah harus paham tentang yang namanya literasi digital. Bagaimana cara kerja mesin. Bagaimana kemampuan kita untuk membaca dan menggunakan informasi big code, big data,” ungkap Sri Rahmi.
Karena itu, di era penuh disrupsi menjaga etika di dunia maya sama baiknya dengan menjaga etika di dunia nyata. Etika ada saat manusia dapat mempertimbankan bahwa suatu perbuatan baik atau buruk.
Dalam kesempatan yang sama, Visual Designer Entrepreneur Aditya Iswandi menyampaikan meski berpendapat di media sosial merupakan hak setiap orang, namun tetap perlu melakukan kroscek terhadap informasi yang mampir di media sosial, agar tidak terbawa suasanya yang menyeret pada perbuatan tak terpuji.
Karena itu, perlu melakukan langkah-langkah yang tepat dalam menanggapi suatu informasi, seperti kroscek terhadap kebenaran suatu informasi dengan tidak mudah terpengaruh pada judul yang provokatif, serta mengamati dan melakukan tinjauan ulang terhadap foto atau video yang kita terima.
Tak hanya itu, “menghindari membagikan informasi pribadi di media sosial juga termasuk etika yang patut dijaga, karena berpotensi menimbulkan bahaya,” tutup Aditya.