Ansy Lema Ungkap Permasalahan Sampah Makanan Di Indonesia

Loading

Independensi- Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) mengatakan, berdasar catatan United Nations Environment Programme (UNEP), Indonesia menempati urutan keempat penghasil food waste atau sampah sisa makanan terbesar di dunia.

Hal itu disampaikan Ansy Lema saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Kepala Badan Pangan Nasional, Dirut Perum Bulog, dan Dirut PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 10 Juni 2024.

“Hanya berada di belakang China, India, dan Nigeria. Angkanya fantastis, 20,93 juta ton per tahun. Dan jika dirinci atau ditelusuri, dari rantai pasok makanan ini food waste atau sampah makanan ini terjadi paling besar pada aspek konsumsi atau distribusi,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Sementara jika menghitung kerugian ekonomi dari sampah makanan ini, Ansy Lema mencatat nilainya bisa mencapai ratusan triliun rupiah.

“Kalau kita lihat dalam prespektif kerugian secara ekonomi, (food waste) ini angkanya juga besar, Pak, antara 231 triliun sampai 551 triliun (rupiah) per tahun,” kata Ansy kepada Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.

Jumlah tersebut, lanjut Ansy, setara 4-5 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia. Dan jika dikonversi, angka kerugian tersebut bisa memberi makan 30 persen sampai 40 persen penduduk Indonesia dalam setahun.

Selain itu, ada pula kerugian ekologis yang disebabkan oleh sampah makanan ini. Ansy Lema membeberkan sampah makanan bisa menimbulkan karbondioksida (CO2).

“Dampaknya tentu kepada pemanasan global, dampaknya sangat mengganggu pada pertanian berkelanjutan atau sustainable agriculture, Pak,” tegas salah satu putra terbaik Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kelahiran Ende, Pulau Flores itu.

Ansy berharap, masalah sampah makanan ini dapat diatur dalam perangkat aturan setingkat undang-undang.

Dia mengungkapkan, beberapa waktu lalu dirinya dan sejumlah anggota Komisi IV DPR RI lainnya sempat berkunjung ke markas Badan Pangan Dunia (FAO) dan Kementerian Pertanian Italia.

Dari sana dia memahami bahwa Italia adalah negara pertama di Eropa yang telah memiliki undang-undang terkait dengan sampah makanan.

“Saya mencatat waktu itu ada tiga kunci, yang diadopsi atau masuk dalam undang-undang ini, yang pertama aspek data yang valid dan akurat, bisa diperdalam nanti, Pak. Yang kedua terkait dengan aspek membangun kesadaran publik atau public awareness. Dan yang ketiga itu terkait dengan aspek donasi, yang penting memang diberikan kepada orang-orang yang memang membutuhkan makanan. Nah ini relasinya erat sekali dengan kelaparan, malnutrisi, dan seterusnya, Pak Arief,” jelas senior PMKRI itu.

“Saya ingin mendengarkan penjelasan, mungkin singkat Pak Arief, sejauh mana Badan Pangan Nasional juga punya concern soal mendorong perangkat aturan terkait dengan sampah makanan ini,” tambahnya.