Foto : Aksi unjukrasa mahasiswa dan elemen masyarakat di depan gedung DPRD Gresik Jawa Timur.

Diduga Ada Ketidakberesan, Mahasiswa dan Elemen Masyarakat Desak DPRD Gresik Panggil PT Freeport Indonesia

Loading

GRESIK (independensi.com) – Puluhan pengunjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa, mengepung Gedung DPRD Gresik Jawa Timur, untuk menyampaikan tuntutan terkait transparansi rekrutmen tenaga kerja dan kondisi PT Freeport Indonesia (PTFI) pasca tragedi kebakaran. 

Menurut Koordinator Aksi, Abdul Wahab kedatangan mereka untuk menyampaikan aspirasi kepada anggota DPRD Gresik untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.

“Tuntutan kami meminta pihak PT Freeport Indonesia maupun pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Karena selama ini, banyak warga lokal Gresik yang kesulitan untuk dapat diterima sebagai pekerja.

Ironisnya, justeru banyak orang-orang yang berasal dari luar Gresik bisa diterima sebagai pekerja disana (PTFI). Seperti, Lamongan, Bojonegoro, Tuban hingga Cepu, ini menunjukan ada ketidak beresan dalam sistem rekrutmen,” ujarnya saat berorasi, Kamis (24/10).

Wahab menambahkan, bahwa pihaknya juga menemukan adanya ketidakberesan dengan terkait rekrutmen yang terindikasi akal-akalan. Karena, banyak warga dari luar Gresik yang dengan mudahnya bermigrasi atau berpindah menjadi penduduk lokal (Gresik).

“Perpindahan penduduk besar-besar dari luar kota ke Gresik, harusnya ada aturan atau sistem yang ketat dan transparan. Jangan seenaknya, tidak ujug-ujug orang luar sengaja masuk dan menetap di Gresik dengan tujuan beralih tempat tinggal biar bisa bekerja di KEK atau Freeport,” ungkapnya.

“Untuk itu kami minta DPRD bersama Disnaker (Dinas Tenaga Kerja), agar mempertanyakan persoalan keadilan rekrutmen tenaga kerja yang berpihak pada warga Gresik. Legislatif dan eksekutif harus menindaklanjuti persoalan ini, karena dengan adanya KEK harusnya bisa memperluas peluang kerja bukan sebaliknya,” tegasnya.

Lebih lanjut disampaikan Wahab, masyarakat Gresik juga mempertanyakan terkait ancaman keselamatan dan lingkungan dampak dari aktifitas Smelter. Pasca, tragedi kebakaran pabrik asam sulfat PTFI.

“Kebakaran yang terjadi di pabrik asam sulfat, bukan hanya kecelakaan teknis biasa. Melainkan indikator serius, dari lemahnya standard keselamatan dan tata kelola industri. Hal ini menunjukan bagaimana perusahaan dan pemerintah meremehkan resiko, yang bisa mengancam kesehatan warga maupun pekerja disana (PTFI, red),” tukasnya.

“Jika saat trayel saja sudah terbakar, berarti ada yang tidak beres dengan sistem sefty atau keamanan Smelter. Ini artinya keberadaan Freeport membahayakan jika tidak ada upaya pencegahan yang tepat. Kami tak ingin, peristiwa seperti di Petro Widodo dahulu yang meledak dan terbakar hingga menyebabkan banyak korban terulang,” tandasnya.

Sementara, Ketua DPRD Gresik Syahrul Munir, menyatakan akan menindaklanjuti tuntutan para pengunjuk rasa dengan melakukan pemanggilan terhadap pengelola KEK JIIPE maupun PT Freeport Indonesia.

“Memang kami banyak menerima laporan dari masyarakat, bahwa serapan tenaga kerja lokal yang diterapkan PT Freeport Indonesia sangat minim. Kebanyakan dari luar daerah serta tenaga kerja asing,” imbaunya.

Agar persoalan tersebut ada titik terang, sambung Syahrul, pekan depan pihak akan nengundang PTFI untuk menjelaskan semua secara transparan.

 

“Saat kita mengundang PT Freeport, kami juga akan undang steakholder terkait untuk duduk bersama. Paling lama hari Rabu 30 Oktober 2024 mendatang, kita bisa lakukan hal itu,” jelas Syahrul. 

“Jika pihak pengelola KEK atau Freeport, tidak mau menghadiri undangan kami. Maka saya sendiri yang akan memimpin aksi unjuk rasa di JIIPE bersama masyarkat Gresik,” pungkasnya. (Mor)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *