JAKARTA (Independensi.com) – Gebrakan besar Presiden Prabowo Subianto, seperti proyek raksasa Danantara, 70.000 Koperasi Merah Putih, makan bergizi gratis, hingga target pertumbuhan ekonomi 8 persen, membutuhkan fondasi tata kelola pemerintahan yang kuat. Namun, laporan terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara-negara maju di Asia.
Indeks Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance Index – GGI) yang dikembangkan LSI Denny JA mencatat skor Indonesia hanya 53,17, terpaut jauh dari Singapura (87,23), Jepang (84,11), dan Korea Selatan (79,44).
“Jika tata kelola pemerintahan tidak segera dibenahi, sulit bagi Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi dan menjalankan agenda besar yang dicanangkan Presiden Prabowo,” ungkap Denny JA, pendiri LSI.
Enam Pilar Tata Kelola: Indonesia Lemah di Pemberantasan Korupsi
LSI Denny JA mengembangkan Good Governance Index (GGI) sebagai alat ukur baru yang menyatukan berbagai indeks global, seperti Government Effectiveness Index, Corruption Perceptions Index, Democracy Index, Human Development Index, Environmental Performance Index, dan E-Government Development Index.
Indeks ini mengukur enam dimensi utama:
1. Efektivitas Pemerintahan (25%)
2. Pemberantasan Korupsi (20%)
3. Digitalisasi Pemerintahan (15%)
4. Demokrasi (15%)
5. Pembangunan Manusia (15%)
6. Keberlanjutan Lingkungan (10%)
Salah satu faktor terbesar yang menahan skor Indonesia adalah tingginya tingkat korupsi. Kasus-kasus besar seperti skandal “Pertamax Oplosan” di Pertamina yang merugikan negara Rp 193,7 triliun, dugaan korupsi dalam pengelolaan 109 ton emas oleh PT Antam Tbk, serta skandal tata niaga timah dengan kerugian mencapai Rp 271,07 triliun dalam kurun waktu 2015-2022, menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi momok utama.
“Tanpa pemberantasan korupsi yang serius dan berkelanjutan, target pertumbuhan ekonomi 8% dan agenda besar lainnya akan sulit tercapai,” tegas Denny JA.
Birokrasi Lemah, Digitalisasi Tertinggal
Selain korupsi, Indonesia juga kalah dalam efektivitas birokrasi. Negara seperti Singapura sukses karena memiliki birokrasi yang cepat, efektif, dan transparan.
Sebagai perbandingan:
Singapura sukses membangun sistem nol toleransi terhadap korupsi sejak era Lee Kuan Yew.
India berhasil melakukan digitalisasi identitas melalui Aadhaar, meningkatkan efisiensi dan mengurangi korupsi.
Korea Selatan berinvestasi besar dalam revolusi pendidikan, menciptakan ekosistem teknologi yang maju.
“Indonesia harus segera berbenah, atau akan semakin tertinggal,” ujar Denny JA.
GGI: Alat Ukur dan Peta Jalan Tata Kelola Indonesia
LSI Denny JA menegaskan bahwa GGI bukan sekadar indeks, tetapi juga peta jalan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan.
Dalam jangka panjang, LSI Denny JA akan melakukan pengukuran tahunan GGI, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga lebih dari 150 negara di dunia.
“Indonesia berada di persimpangan sejarah,” pungkas Denny JA. “Apakah akan serius memperbaiki tata kelola atau kembali terjebak dalam lingkaran stagnasi, semuanya tergantung langkah strategis pemerintah hari ini.”