JAKARTA (IndependensI.com) – Penyakit asthma (asma) sangat menyiksa bagi penderitanya. Parahnya lagi, penderita asma kini tidak lagi didominasi orang dewasa, tetapi juga kini banyak terjadi pada anak usia dini atau anak-anak.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadaran terhadap asma mengingat penyakit tersebut semakin banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa khususnya di negara-negara berkembang, apalagi proses pengendaliannya cukup panjang.
“Dengan semakin meningkatnya kesadaran terhadap asma, akan lebih banyak penderita dengan gejala-gejala penyakit tersebut datang untuk memeriksakan diri dan mendapatkan penanganan yang efektif, sehingga akan membantu mereka menjalani kehidupan yang sehat,” kata dokter spesialis saluran pernapasan dari Farrer Park Hospital Singapura, Dr Alvin Ng Choon Yong dalam keterangan resmi yang diterima media di Jakarta, Senin (30/4/2018).
Menurut dia, penyakit asma memang cenderung muncul pada usia dini. Asma merupakan penyakit kronis pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh faktor keturunan maupun lingkungan. Organisasi kesehatan dunia World Health Organisation (WHO) menyatakan jumlah penderita penyakit asma di seluruh dunia mencapai sekitar 235 juta orang.
Dr Alvin Ng menambahkan kebanyakan anak-anak penderita asma pada saat tumbuh dewasa merasa lebih baik dan berpikir bahwa mereka telah sembuh dengan semakin besarnya saluran pernapasan. Kenyataannya, mereka sering mengalami radang atau pembengkakan saluran pernapasan dan penyakit asma yang diderita semakin memburuk.
“Penderita penyakit asma perlu meneruskan pengobatan dan melakukan penanganan lanjutan secara teratur,” kata Dr Alvin Ng yang mengeluarkan himbauan berkaitan dengan Hari Asma Sedunia yang jatuh setiap 1 Mei itu.
Secara umum, kata dia, pengobatan penyakit asma terbagi pada tahap pencegahan dan peredaaan. Pada tahap pencegahan digunakan jenis obat corticosteroid dengan menggunakan alat bantu hisap atau inhaler. Sedangkan pada tahap peredaan digunakan jenis obat beta agonist seperti Ventolin yang juga menggunakan inhaler.
Selain itu, kata dia, tidak kalah penting adalah mengurangi atau menghilangkan pemicu dari faktor lingkungan seperti debu, serangga dan hewan peliharaan yang mungkin menimbulkan alergi bagi penderita penyakit asthma.
Untuk menangani alergi pada penderita penyakit asma, pihaknya melakukan satu terapi pengobatan untuk menangani alergi yang disebut Sublingual Immunotherapy (SLIT). Beberapa pasien yang menjalani terapi SLIT mengalami pemulihan secara terus menerus dari gejala-gejala alergi. Namun, ada pula yang kambuh karena tak melanjutkan terapi SLIT.
“Banyak pasien penyakit asma yang tidak dapat membedakan pengobatan untuk tahap pencegahan dan peredaan. Saat mereka mengalami serangan penyakit asma, mereka langsung menggunakan obat pereda”, katanya.
“Tanpa menggunakan obat pencegah, penyakit asma yang diderita akan semakin parah. Bahkan dapat mengancam kehidupan mereka sehingga membutuhkan penanganan Intensive Care Unit (ICU) dan ventilasi mekanis. Dengan demikian, penderita asthma perlu melakukan pengobatan pencegahan secara teratur untuk menjaga agar penyakitnya dapat dikendalikan,” katanya.