JAKARTA (IndependensI.com) – Di era milenial sekarang ini, pendidikan yang diajarkan para santri bukan hanya sekedar kewajiban untuk menguatkan aqidah, ibadah ataupun kewajiban untuk memperkokoh ahklak semata. Tetapi para santri juga sudah dituntut untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan umum dan wawasan kebangsaan dalam upaya untuk menjaga persatuan dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman radikalisme dan terorisme
Dengan memperdalam ilmu pengetahuan umum dan wawasan kebangsaan, maka para santri juga harus bisa menjalankan kewajiban-kewajiban bagaimana untuk bisa ikut mensejahterakan bangsa ini secara utuh. Sehingga masyarakat Indonesia nantinya bisa hidup bersama dan damai di negeri ini.
“Di sinilah kematangan yang harus bisa dicapai oleh para santri, mulai dari kematangan spiritual, sosial, intelektual dan kematangan-kematangan lainnya termasuk kematangan untuk bisa berbeda di dalam bermaghab, maupun berbeda dalam kehidupan. Kematangan-kematangan yang dimiliki santri itulah sehingga nantinya mampu untuk menciptakan NKRI yang lebih kokoh,” ujar Ketua Umum Ikatan Da’i Indonesia (Ikadi), Prof Dr Ahmad Satori Ismail, di Jakarta, Rabu (24/10/2018).
Lebih lanjut dikatakan Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, di dalam menyambut Hari Santri Nasional lalu, di era milenial ini para santri juga harus bisa mengembangkan diri dalam meneruskan estafet perjuangan jihad santri di maa lalu. Apalagi bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang sejahtera, adil, makmur, hidupnya rukun, damai, sehingga menjadi bangsa yang besar. Apalagi diantara yang berperan di dalam membangun bangsa ini menurubya adalah para ulama.
“Dan para ulama inilah yang kemudian membina para santri yang dengan tulus ikhlas dan mau berjuang. Dari sinilah diharapkan para para santri itu bisa menghayati perjuangan para pendahulunya dan dapat menjadi penerus perjuangan mereka untuk menjaga NKRI ini dari berbagai macam rong-rongan seperti radikalisme, terorisme ataupun rong-rongan separatisme dan sebagainya,” ujar anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini
Menurutnya, dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat sekarang ini, para santri juga dituntut untuk mampu mengembangkan wawasan Islam yang moderat dan kebangsaan dalam rangka membangun NKRI. Karena di jaman sekarang ini para santri kalau tidak mengikuti perkembangan di bidang teknologi informatika, tentunya para santri itu akan sangat tertinggal.
“Di era sekarang ini tentunya suatu hal yang wajib dilakukan para santri bahwa para santri harus bisa menguasai tekhnologi informasi dan lain sebagainya. Nah, di sinilah tuntutan kepada para pengelola pesantren atau orang-orang yang menjadi tenaga pendidik di pesantren untuk bisa menyiapkan agar para santri saat ini untuk lebih melek dalam masalah teknologi ataupun informatika,” ujarnya.
Menurutnya, ilmu pengetahuan umum juga harus diajarkan dalam kurikulum Pesantren di jaman sekarang ini. Karena pesantren jaman sekarang ini tidak seperti pesantren tradisional pada jaman dahulu yang saat itu tidak mengajarkan pengetahuan umum.
“Para santri di hampir semua pesantren-pesantren sekarang ini sudah mengenalkan dan memasukkan mata pelajaran yang berstandar nasional yaitu baik mulai dari tingkat pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan juga Aliyah sekarang itu sudah masuk pelajaran-pelajaran umum seperti yang diajarkan di sekolah pada umumnya,” kata pria yang juga Direktur Pondok Pesantren Terpadu Al Hassan, Bekasi ini.
Dengan mampu menguasai teknologi informasi dan pengetahuan umm menurutnya, maka kedepannya para santri itu tidak hanya melakukan kegiatan di lingkungan pesantren dan masjid-masjid saja. Mulai saat ini para santri justru dituntut untuk bisa lebih dari itu bahwa kegiatan santri itu bukan hanya sekedar di masjid, pesantren, madrasah ataupun lingkungan pengajian yang begitu-begitu saja.
“Tetapi para santri harus bisa berkiprah di dalam memperbaiki semua aspek bidang yang ada di negara ini baik dari aspek pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Jadi para santri mulai saat ini harus bisa ikut bersama-sama membangun bangsa ini dari berbagai aspek itu,” kata Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam As Syafi’iyah (UIA) Jakarta ini.
Selain itu menurutnya, terkait dengan maraknya berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian yang marak di media sosial, para santri juga harus bisa menjadi garda terdepan dalam mengkampanyekan perdamaian, melawan permusuhan, fitnah dan ujaran kebencian yang dapat merusak persatuan. Para santri harus menjadi pioner untuk menyampaikan masalah perdamaian negara, dan menyuarakan perdamaian di lingkungan masyarakat seluruhnya.
“Karena pendidikan-pendidikan yang diajarkan di dalam Al Quran dan Assunah itu, kita ini harus menjadi orang terbaik, berbicara hanya yang baik, tidak boleh berbicara menyakitkan orang lain. Itu isi hadist dan Al Quran kan isinya seperti itu. Jadi para santri harus bisa menjadi pioner dalam mengkampanyekan perdamaian juga, terutama melalui media sosial para santri harsu bisa melawan hoax dan ujaran kebencian untuk menjaga perdamian negeri in,” kata peraih Doktoral dari Universitas Al Azhar Mesir ini mengakhiri.