JAKARTA (IndependensI.com) – Kementan terus memperkuat koordinasi untuk mendukung usaha perunggasan nasional yang sehat. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, (20/03).
I Ketut menjelaskan peran Kementerian Pertanian dalam menyikapi kondisi perunggasan akhir-akhir ini, khususnya terkait upaya meningkatkan harga ayam di tingkat peternak. Salah satu solusi dari sisi pakan adalah dengan memastikan ketersediaan pakan (komponen utamanya jagung) pada harga yang wajar. Pernyataan tersebut disampaikan I Ketut pada saat melakukan rapat koordinasi perunggasan yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal dan dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Pertanian yaitu dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen PKH, dan Ditjen Tanaman Pangan, wakil dari perusahaan integrasi (Integrator), serta perwakilan peternak mandiri. Di pertemuan selanjutnya Kementan juga mengundang komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Bareskrim, dan Satgas Pangan untuk mengawal dan memastikan berjalannya usaha perunggasan nasional yang sehat.
“Kementerian Pertanian bersama stakeholder terus berkoordinasi untuk merumuskan langkah-langkah strategis menyelesaikan permasalahan perunggasan ini” ujar I Ketut.
Harga Pakan Turun
Sejalan dengan berlangsungnya panen raya jagung pada bulan Februari-Maret 2019, kondisi di lapangan menunjukkan harga pakan telah berangsur-angsur turun, hal ini direspons dengan baik oleh perusahaan pakan ternak (feedmill). Pemerintah terus menjembatani hasil panen jagung petani agar diserap oleh peternak, karena jagung untuk bahan pakan ternak merupakan komponen terbesar yang dibutuhkan oleh pabrik pakan skala besar (anggota GPMT), peternak ayam mandiri (self mixing) dan oleh pabrik pakan UMKM (termasuk pabrik pakan milik koperasi susu).
Menurut I Ketut Pakan sangat mempengaruhi efisiensi dalam budidaya ternak karena biaya budidaya ternak menempati porsi terbesar dari total biaya produksi yaitu 70 – 80%, sehingga pakan yang disediakan harus baik kualitasnya, cukup jumlahnya, dan harganya terjangkau.
Berdasarkan laporan dari beberapa pabrik pakan yang diterima oleh Kementerian Pertanian, pakan broiler harganya turun Rp. 100-300, dan pakan layer turun Rp. 150-300. “Kisaran harga pakan broiler saat ini Rp. 6.700-7.300, sedangkan untuk pakan layer dari Rp. 5.200-6.200”, tegas I Ketut.
Berdasarkan perhitungan, produksi pakan GPMT tahun 2018 sebesar 19.4 juta ton sehingga dibutuhkan jagung 7, 8 juta ton, sedangkan kebutuhan jagung peternak self mixing sekitar 3 juta (rata-rata 250 ribu ton per bulan). Perkiraan kebutuhan jagung sebagai bahan pakan ternak pada tahun 2019 untuk GPMT adalah 8.28 juta ton dan untuk peternak mandiri sebesar 2,92 juta ton. Total kebutuhan sebesar 11,2 juta ton atau rata-rata 925 ribu ton/bulan.
Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto menyampaikan harapannya adanya kontinuitas pasokan jagung, utamanya pada saat musim kemarau. “Hal itu untuk menjamin tidak terjadi penurunan stock jagung yang berpotensi mempengaruhi fluktuasi harga pakan” ungkap Desianto.
Pentingnya Pakan Ternak Bermutu Sesuai SNI
Untuk menjamin agar pakan yang dibuat memenuhi standar mutu dan keamanan pakan, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 240/Kpts/OT.210/4/2013 tentang Pedoman Cara Pembuatan Pakan yang Baik.
Menurut I Ketut, Pedoman Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB) merupakan acuan bagi perorangan atau produsen pakan yang akan melakukan kegiatan pembuatan pakan.
Kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan pakan, dalam rangka melindungi konsumen dari kerugian akibat pakan yang dihasilkan bermutu rendah. Pakan yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM), dapat mengakibatkan kerugian terhadap peternak karena produksi dan produktivitas ternak yang diharapkan tidak dapat tercapai secara optimal.
Oleh karena itu peran pemerintah dalam pengawasan sangat diperlukan dalam proses pembuatan pakan secara menyeluruh sebagai suatu sistem manajemen mutu yang dimulai dari pengadaan bahan pakan, penyiapan bahan pakan, penyimpanan bahan pakan, penggilingan, pencampuran, pembuatan pellet (pelleting), pengemasan, pelabelan, penyimpanan pakan dan pengeluaran pakan/ pendistribusian. Parameter yang dinilai pada CPPB meliputi: bahan pakan, lokasi, bangunan, personalia, higiene dan sanitasi, produksi pakan, pengawasan mutu, tata cara pengawasan dan pelayanan prima.
Lebih lanjut I Ketut, menambahkan penilaian CPPB sudah dimulai sejak tahun 2014 pada 68 pabrik pakan dan yang telah dinyatakan lulus baru sebanyak 52 pabrik pakan, ungkapnya.
Berdasarkan penilaian CPPB tersebut, dapat memberi informasi baik yang bersifat manajerial maupun teknis untuk perbaikan atau peningkatan mutu pakan yang diproduksi agar sesuai dengan persyaratan mutu dan keamanan pakan, sebagaimana telah ditetapkan dalam SNI pakan. “Melalui penilaian CPPB, pemerintah dapat melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap produsen pakan” terang I Ketut.
Selanjutnya untuk labelisasi dan peredaran pakan diatur dalam peraturan menteri pertanian Nomor 22/ Permentan/PK.110/6/2017 tentang pendaftaran dan peredaran pakan. Kebijakan tersebut bertujuan agar pakan yang beredar harus sudah memiliki Nomor Pendaftaran Pakan atau NPP. Pakan yg sudah ber-NPP telah dijamin mutu & keamanannya, sehingga ternak akan sehat dan aman dikonsumsi manusia. “Safe feed for safe food”pungkas I Ketut.