JAKARTA (IndependensI.com) – Tim bulutangkis Indonesia gagal memenuhi keinginan membawa pulang Piala Sudirman 2019. Pada laga semifinal, Sabtu (25/5/2019), tim yang dipimpin kapten Hendra Setiawan ini dikalahkan Jepang dengan skor 1-3. Dengan kekalahan tersebut, tim Indonesia harus puas dengan raihan perunggu. Capaian ini lebih baik dari hasil dua tahun silam di Piala Sudirman 2017 yang berlangsung di Gold Coast, Australia. Kala itu Indonesia tak lolos ke perempat final setelah di penyisihan kalah agregat dengan Denmark dan India.
“Pastinya kami tidak puas dengan hasil demikian, tapi harus kami terima. Ini akan menjadi bahan evaluasi tim secara keseluruhan sehingga pada kejuaraan yang akan datang, bisa kami perbaiki kekurangan dan kelemahan kami,” kata Achmad Budiharto selaku Chef de Mission tim Indonesia seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.
Dengan berakhirnya gelaran Piala Sudirman 2019, tim Indonesia akan fokus ke sejumlah turnamen penting selanjutnya yaitu Blibli Indonesia Open 2019 dan Kejuaraan Dunia 2019 yang akan berlangsung di Basel, Swiss. Sebelumnya, para atlet elit juga akan berlaga di Australia Open 2019 Super 300 di Sydney. “Setelah ini kami akan langsung fokus ke turnamen selanjutnya dan membenahi apa saja yang perlu ditingkatkan. Ada Australia Open dan Indonesia Open ya, sebelum nanti ke Kejuaraan Dunia di Swiss,” ujar Budiharto.
Sementara itu Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PBSI Susi Susanti memaparkan analisisnya akan penampilan para atlet di babak semifinal Piala Sudirman 2019. Ia menyorot penampilan para pemain tunggal yang inkonsisten. Di nomor tunggal putra, Susi menyoroti Anthony Sinisuka Ginting. Dia menampilkan permainan cukup baik saat melawan Kento Momota, hanya saja kerap membuat kesalahan-kesalahan sendiri terutama di poin kritis. “Konsistensinya yang harus ditingkatkan lagi. Secara peringkat kan mereka sudah ada di sana, cuma konsistennya waktu main itu. Bisa main bagus, tahu-tahu nggak bisa stabil, baik Anthony maupun Jonatan (Christie),” kata Susi.
Susi berharap supaya Jonatan lebih matang, konsisten, seperti Momota yang memiliki performa dan permainan yang konsisten. “Seorang pemain bisa dilihat matangnya dari situ. Sama seperti (Viktor) Axelsen, Chen Long, mereka kalaupun kalah sama pemain yang selevel, paling enggak, lima besar dunia,” imbuhnya. Selain itu, peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini menyayangkan penampilan Gregoria Mariska Tunjung yang tidak maksimal. Padahal, Gregoria punya modal teknik permainan yang baik. Gregoria dikalahkan Akane Yamaguchi dengan dua game langsung, 13-21, 13-21.
“Gregoria itu butuh kerja keras, butuh penanganan lebih. Dia pukulannya bagus, tapi nggak bisa tahan lama sampai akhir, safe nya juga. Tunggal putri memang ketinggalan banyak dibanding sektor lain,” jelas Susi. “Di ganda putri, Greysia/Apriyani harus tingkatkan lagi power dan ketahanannya. Ganda putri Jepang itu kuat dan tahan, kita juga harus bisa mengimbangi mereka, kalau tidak, gimana mau mengalahkan mereka?” tambah Susi.
Lebih jauh Susi mengapresiasi kekompakan para atlet yang terus memberikan support kepada teman-teman dalam tim, terutama mereka yang sedang bertanding. “Kalau dari segi kekompakan, semua betul-betul kompak dan support. Atlet-atlet yang di luar lapangan berikan dukungan ke temannya yang lagi main. Kualitas permainan yang harus ditingkatkan lagi,” imbuhnya.