JAKARTA (Independensi.com) – Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Andrew Ambrose Atama Katama, mendesak Pemerintah Republik Indonesia, segera menggelar dialog khusus di kalangan Suku Dayak, sehubungan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur.
“Waktu ketemu di New York, belum lama ini, Mentri/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Bambang Brojonegoro, sudah menyanggupi dialog khusus dengan Suku Dayak. Saya sekarang terus berkoordinasi dengan Jakarta,” kata Andrew Ambrose Atama Katama dari New York, Amerika Serikat, Rabu pagi, 28 Agustus 2019.
Menurut Andrew Ambrose Atama Katama, dialog dengan Kantor Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, tetap di bawah koordinasi Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena pemindahan IKN ke Kalimantan, bukan saja berdampak terhadap orang Dayak di Indonesia, tapi juga dampaknya dalam berbagai aspek akan dialami Suku Dayak di Federasi Malaysia dan Brunei Darussalam.
Diungkapkan Andrew Ambrose Atama Katama, secara umum sangat positif pemindahan IKN Indonesia ke Kalimantan. Tapi kalau tidak dibarengi sebuah desain pembangunan yang berpihak kepada rasa keadilan masyarakat Suku Dayak, maka tetap akan ada benturan peradaban sosial, ekonomi, politik, budaya, dan ekosistem yang bisa merugikan semua pihak, bukan saja di Indonesia, tapi juga di Malaysia dan Brunei Darussalam di Pulau Dayak.
Sementara itu, masyarakat Suku Dayak menuntut kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk dilibatkan dalam aspek teknis perencanaan dan pelaksanaan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Hal itu dikemukakan Ketua Tim Perumus Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019, Dr Yulius Yohanes, M.Si usai diterima Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, Drs Akmal Malik, M.Si di Jakarta, Rabu siang, 28 Agustus 2019.
Yulius Yohanes, saat diterima Akmal Malik, didampingi panitia lainnya, yaitu Lawadi Nusah dan Aju. Sementara Ketua Panitia, Dr Drs Dagut Herman Djunas, SH, MT, dan Sekretaris Panitia, Drs Demud Anggen, kendatipun sempat berada di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019, namun berhalangan hadir, karena ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan di Palangka Raya, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah.
Sesuai izin Polisi Republik Indonesia (Polri), pukul 08.00 – 12.00 WIB, Kamis, 29 Agustus 2019, sekitar 300-an orang dari Gerakan Dayak Nasional (GDN) mewakili 5 provinsi di Kalimantan dipimpin Dr Drs Nicodemus R Toun, MM, menggelar aksi demonstrasi damai di depan Kantor Istana Negara, Jakarta, menuntut kepada Presiden Joko Widodo, untuk menunjukkan kemauan politiknya mengakomodir putera-puteri terbaik Suku Dayak, agar dilibatkan di dalam penyelenggaraan roda pemerintahan di tingkat pusat, setelah dilantik periode kedua, 20 Oktober 2019.
Tuntutan pelibatan, menurut Yulius Yohanes, agar tidak terjadi benturan peradaban dalam tahapan teknis perencanaan dan pelaksanaan pemindahan ke Kalimantan, dan terjaminnya hak-hak masyarakat Adat Suku Dayak sebagai penduduk pribumi, sebagaimana digariskan di dalam Deklarasi Hak-hak Penduduk Pribumi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007.
Dikatakan Yulius Yohanes, tujuan dari pembangunan menciptakan rasa keadilan dan kesejahteraan sosial bagi segenap lapisan masyarakat. Karena itu, Presiden Joko Widodo harus memiliki komitmen di dalam melindungi kepentingan masyarakat Adat Suku Dayak.
Yulius Yohanes, menuturkan, Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, tetap menuntut jatah Menteri di dalam Kabinet Kerja Jilid II Presiden Joko Widodo periode 20 Oktober 2019 – 20 Oktober 2024, di samping jabatan strategis lainnya, yaitu jabatan struktural di berbagai kementrian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Duta Besar, dan lain-lainnya.
“Selama 74 tahun Indonesia merdeka, Suku Dayak selalu diabaikan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan di tingkat Pemerintah Pusat, karena tidak pernah menuntut. Sekarang, bersamaan dengan pemindahan IKN ke Kalimantan, kami orang Dayak tuntut penyetaraan hak sebagai bagian tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Yulius Yohanes.
Dikatakan Yulius Yohanes, tuntutan Suku Dayak sudah tertuang di dalam Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, sebagai hasil Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019 di Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, 22 – 24 Juli 2019.
Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, sudah diserahkan kepada Sekretariat Negara dan Sekretariat Kepala Staf Kepresidenan di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019, dan kemudian diserahkan langsung kepada Menteri Dalam Negeri melalui Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Rabu siang, 28 Agustus 2019.
Yulius Yohanes, menjelaskan, dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, Suku Dayak menerima pemindahan IKN ke Kalimantan, tapi harus disertai tuntutan pemberlakuan otonomi khusus Kebudayaan Dayak, agar tidak terjadinya benturan peradaban dalam seluruh tahapan pelaksanaan di lapangan.
“Untuk melindungi tetap lestarinya kebudayaan Suku Dayak dan hak-hak Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, maka hasil kegiatan internasional di Tumbang Anoi 2019, dibentuk Dayak International Organization, sebagai tim negosiator untuk membela kepentingan Dayak, dan Yayasan Damang Batu Internasional, sehubungan ditetapkan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu di Desa Tumbang Anoi seluas 10 ribu hektar sebagai Pusat Kebudayaan Dayak Sedunia,” kata Yulius Yohanes.
Diungkapkan Yulius Yohanes, demi mewujudkan identitas lokal, nasional dan internasional, di dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, disepakati
Dituturkan Yulius Yohanes, Dayak International Organization dan Yayasan Damang Batu Internasional, sekarang tengah dalam proses legalitasnya, untuk nantinya didaftarkan di Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, sebagai lembaga resmi Suku Dayak dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Akmal Malik, tetap memperhatikan keberadaan masyarakat Adat Dayak, sehubungan pemindahan IKN ke Kalimantan. Karena itu, berbagai masukan dari kalangan Suku Dayak, dibutuhkan Pemerintah Pusat.
“Orang Dayak jangan sampai seperti Suku Betawi ketika Jakarta jadi ibu kota negara. Orang Dayak harus siapkan konsep,” ujar Akmal. (Aju)