Jakarta (Independensi.com)
Wakil Jaksa Agung Arminsyah mengatakan tindak pidana perdagangan orang ibarat fenomena gunung es dimana dibawahnya terdapat beragam persoalan yang belum sepenuhnya tuntas.
“Seperti kemiskinan, terbatasnya lapangan kerja, rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Sehingga dalam realitasnya selalu mendorong orang-orang untuk mencari sumber penghidupan yang layak bahkan sampai harus ke luar negeri,” kata Arminsyah mewakil Jaksa Agung Burhanuddin dalam Konfrensi Jaksa Agung China-ASEAN ke-12 di Kamboja, Rabu (06/11/2019).
Dia menyebutkan kondisi tersebut menyebabkan tidak sedikit diantaranya terjebak kedalam bentuk-bentuk perdagangan manusia, seperti perbudakan, penyelundupan, termasuk eksploitasi secara seksual.
Terlebih, katanya, ketika The United Nations Office on Drug and Crime (UNODC) melansir laporan yang berjudul “Transnational Organised Crime in South East Asia: Evolution, Growth and Impact” yang menggambarkan hampir tujuh puluh persen korban perdagangan manusia khususnya di kawasan Asia Tenggara adalah anak-anak dibawah umur.
“Kejahatan ini tentu saja memiliki dampak fisik maupun psikis dan meninggalkan pengaruh yang buruk dalam kehidupan korban,” tuturnya di depan peserta konfrensi yang dihadiri para Jaksa Agung negara-negara anggota ASEAN serta China, yang pada tahun lalu dilaksanakan di Brunei Darussalam.
Atas dasar fenomena itu, Arminsyah memandang perlunya langkah nyata nyata dari seluruh negara-negara anggota ASEAN dan China untuk memberantas setiap macam bentuk perdagangan manusia sampai keakar-akarnya dan menjadikannya sebagai musuh bersama.
Sementara sebagai bentuk respon atas kondisi tersebut, kata Arminsyah, Pemerintah Indonesia telah menetapkan regulasi seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Peraturan-peraturan itu, tuturnya, ditindaklanjuti masing-masing Pemda dengan menerbitkan Peraturan Daerah. Selain itu, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi internasional menyangkut pemberantasan perdagangan orang, salah satunya yaitu ASEAN Convention Against Trafficking In Persons, Especially Woman And Children melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2017.
Dalam Konferensi yang dibuka Perdana Menteri Kamboja Samdech Akka Moha Sena Padei Techo HUN Sen, Arminsyah menyatakan juga bahwa Kejaksaan RI dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan september 2019 telah melakukan penuntutan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang dengan total sebanyak 101 (seratus satu) perkara.
“Pencapaian demikian menjadi bukti kalau Kejaksaan telah berupaya sungguh-sungguh dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang yang tergolong kejahatan serius,” ucap mantan Kajati Jawa Timur ini.
Menurut Arminsyah, langkah Kejaksaan RI tersebut merupakan refleksi konsistensi dan tidak mengenal kompromi kepada setiap pelaku dengan menuntut pidana secara maksimal dan setimpal bagi para pelakunya sehingga menimbulkan efek jera dan enggan untuk mengulangi perbuatannya lagi.
“Pemberian tuntutan maksimal terhadap pelaku kejahatan menjadi peringatan keras kepada sindikat kejahatan atau pelaku potensial lainnya agar tidak berspekulasi atau mencoba-coba melakukan perbuatan yang sama,” ujar Wakil Jaksa Agung.
Ditambahkannya sebagai bentuk upaya integral dalam memaksimalkan pemberantasan perdagangan orang dalam tahun ini antara lain dengan melaksanakan program pelatihan terkait Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Berbasis Platform Digital Aplikasi E-Learning.
Dibentuknya sarana tersebut, kata Arminsyah, bertujuan untuk memudahkan penegak hukum dalam transfer knowledge terkait dengan isu aktual seputar penegakan hukum tanpa dibatasi jarak dan waktu.
Kemudahan lain yang didapatkan, tuturnya, yaitu Jaksa atau aparatur penegak hukum lainnya dapat berpartisipasi secara aktif dan interaktif guna menggali sebanyak mungkin informasi dan pengalaman antar sesama penegak hukum maupun dengan pihak terkait lainnya, atas berbagai kendala terkini dan yang mungkin akan dihadapi sehingga muncul solusi yang tepat, terukur, dan aplikatif.
Arminsyah mengakhiri presentasinya menyampaikan harapan sekaligus memberikan dorongan kepada seluruh negara-negara ASEAN dan China agar setiap bentuk kerja sama yang telah kita jalin selama ini harus dikembangkan dan ditingkatkan.
Di samping itu, agar intensitas kerja sama dalam bentuk pelatihan dan pendidikan bersama aparatur penegak hukum negara-negara ASEAN dan China semakin digiatkan sebagai sarana untuk saling bertukar informasi dan pengalaman sehingga setiap penanganan dan penuntasan kasus-kasus kejahatan perdagangan manusia menjadi semakin efektif dan efisien.
Dia pun menyerukan kembali komitmen bersama para Jaksa Agung di kawasan ASEAN-China untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama hukum guna mewujudkan kawasan Asia Tenggara dan China yang bersih dari tindak kejahatan perdagangan manusia maupun kejahatan lintas negara lainnya.
Dalam konfrensi Jaksa Agung China-ASEAN ke-12, Wakil Jaksa Agung Arminsyah
Didamping Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI, Setia Untung Arimuladi, Kepala Biro Hukum dan HLN Kejagung Asep Nana Mulyana, Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung.(MUJ)