Sahat Marojahan Doloksaribu

SITREP Untuk Kesehatan Masyarakat

Loading

Oleh: Sahat Marojahan Doloksaribu

Independensi.com – Hingga hari ini Senin 18 Mei 2020, ketika tulisan ini dimuat, 118 sitrep telah dikeluarkan oleh WHO, mulai dari nomor pertama yang diterbitkan pada 21 Januari 2020 yang lalu. SITREP adalah singkatan dari Situation Report atau laporan situasi.

Penggunaan istilah ini menjadi meluas sejak Perang Dunia II. Dalam bahasa tentara laporan situasi dapat berisi tentang berbagai hal mulai dari penyebaran pasukan hingga rincian keadaan sesudah pertempuran.

Mulai digunakan sejak September 1941, Sitrep intelijen Inggris mengenai Pengepungan Leningrad, sekarang St. Petersburg, Rusia, memberikan informasi pergerakan tank Jerman dan Soviet. Sitrep sering digunakan dalam dokumen militer anggota Sekutu yang berbahasa Inggris.

Kementerian Pertahanan India mengeluarkan sitrep pada tahun 1944 dan militer AS menyediakan banyak sitrep dari panggung Pasifik pada akhir 1940-an. Kebetulan atau memang sitrepnya bermanfaat, Perang Dunia kedua dimenangkan oleh Sekutu yang gencar membuat sitrep.

Setelah Perang Dunia II, sitrep terus digunakan dalam berbagai dokumen militer baik Inggris maupun AS. Beberapa Presiden AS, termasuk Dwight Eisenhower dan Jimmy Carter, secara pribadi menulis sitrep tentang konflik militer yang dilakukan AS setelah Perang Dunia II, demikian Kamus Inggris Populer, https://www.dictionary.com/e/slang/sitrep/.

Penyakit Virus Corona Baru

Cara kerja dengan membuat sitrep, laporan teratur dan akurat kemudian menjadi kebiasaan di luar lingkungan tentara. Berbagai lembaga di bawah naungan PBB dan Organisasi Masyarakat Sipil Dunia seperti pengawas perdamaian, pemberian bantuan kemanusiaan, pengawasan hak asasi manusia di kawasan berkonflik membiasakan diri membuat sitrep.

Dalam banyak laporan kegiatan di kawasan berkonflik, bencana di masa lalu, sitrep kegiatan sebelumnya menjadi sumber informasi penting.  Sejak WHO menerima laporan penyakit Virus Corona Baru di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, pada 31 Desember 2019, Berita tentang itu bisa kita baca di Situs WHO, Penyakit Menular 5 Januari 2020, “Pneumonia yang Belum Diketahui Penyebabnya di Cina, Pneumonia of unknown cause – China”.

“Pada 31 Desember 2019, Kantor Perwakilan WHO di Cina telah diberitahu kasus kesehatan pneumonia yang belum diketahui penyebabnya. Pada 3 Januari 2020 jumlah pasien 44 orang dari 44 pasien, 11 orang mengalami sakit berat dan sisanya 33 orang dalam keadaan stabil, terkendali.”

“Sesuai berita Media, tanggal 1 Januari 2020 Otoritas nasional melaporkan bahwa semua pasien diisolasi dan menerima perawatan di institusi medis Wuhan. Tanda-tanda dan gejala klinis utamanya adalah demam, dengan beberapa pasien mengalami kesulitan bernafas, dan radiografi dada menunjukkan lesi invasif pada kedua paru-paru.”

Dengan informasi 31 Desember 2019 itu, WHO per 1 Januari kemudian meminta informasi lebih jauh tentang analisis risiko. Sesudah mendapat laporan-laporan lebih rinci, termasuk penutupan pasar ikan dan hewan yang diduga menjadi tempat kontak awal dari para pasien, WHO merekomendasikan langkah-langkah kesehatan masyarakat dan pengawasan seperti pada penyakit a.l. influensa, infeksi pernapasan akut berat.

Ketika itu WHO tidak menyarankan langkah-langkah khusus tentang bepergian dari dan ke Wuhan.

Sitrep Infografis

Sitrep WHO pertama muncul tanggal 21 Januari 2020, sesudah itu, setiap hari masyarakat dunia, pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di mana-mana dapat menggunakan laporan itu sesuai kepentingan masing-masing. Kalau dibaca sampai sitrep-51, 11 Maret 2020 secara garis besar dapat diikuti penyebaran Virus Corona Baru yang mengakibatkan infeksi COVID-19; Jumlah Kasus di berbagai tempat serta tautan akses informasi lain.

Cukup jelas penyebaran penyakit dari Wuhan ke kota dan negara lain, termasuk negara-negara dengan sistem kesehatan terbaik di dunia, seperti Korea Selatan, Jepang Singapura, Eropa dan AS.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (GTPP COVID-19) mengeluarkan juga laporan harian berbentuk Infografis dengan informasi dan angka-angka COVID-19 di Dunia dan Indonesia.

Sejauh yang bisa dilacak ke belakang kegiatan GTPP COVID-19 mulai dari tanggal 18 Maret 2020. Banyak informasi yang tersedia dari berbagai sumber kementerian, tokoh dalam berbagai kegiatan termasuk keonferensi Pers.

Pembentukan GTPP COVID-19 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 per 13 Maret 2020, mengikuti kepanikan sesudah pengumuman WHO tentang status Pandemi COVID-19.

Infografis tersedia mulai dari tanggal 4 Maret 2020 dengan informasi jumlah kasus 2 orang di rawat di RSPISS. Informasi lain sebagai langkah antisipatif Pemerintah adalah a.l. Tidak mengizinkan orang yang datang dari Cina/negara terpapar COVID-19 masuk ke Indonesia. Menghentikan impor hewan hidup.

Karena ini Pandemi, tentu sesuai apa yang tersaji perlu memberi informasi global dan orang yang bergerak hilir mudik antar negara seperti ABK. https://covid19.go.id/p/berita/infografis-covid-19-17-mei-2020

Lokasi Kasus

Ada upaya mengidentifikasi sumber atau awal penyebaran penyakit darimana, hewan atau sumber lain, hingga kini belum jelas, bagaimana replikasi dan transkripsi virus korona dari sumber alamiahnya hingga menular ke manusia dan bagaimana menyebar dari kasus pertama pertama hingga merebak ke 44 orang di Wuhan.

Kota Wuhan sebagai kota pertama yang melaporkan penyakit COVID-19 kemudian beberapa kota lain mengikuti karena pergerakan warga keluar dari Wuhan. Di sini jelas, perhatian adalah pintu keluar di Wuhan dan pintu masuk di negara-negara lain yang kemudian melaporkan kasusnya.

Pertanyaan penting dari Laporan Situasi, apakah dalam bentuk infogram, tabel atau narasi adalah apakah ada informasi langsung atau tidak langsung tentang pergerakan manusia yang kemungkinan menentukan pergerakan penularan penyakit.

Infogram BNPB dan Sitrep WHO berurutan dari awal hingga beberapa hari kemudian, pembaca langsung merasakan perbedaan informasi yang tersaji bisa dan tidak membayangkan gerakan penularan dari satu tempat ke tempat lain.

Otoritas, Akurasi dan Keberhasilan

Dalam situasi Epidemi yang dalam waktu singkat dinyatakan menjadi Pandemi COVID-19, diperlukan respon yang cepat dan tepat. Kelincahan bereaksi dengan wewenang yang cukup dengan demikian dapat mempermudah pengendalian penularan.

Untuk itulah diperlukan data yang akurat dari pihak mempunyai otoritas. Dalam situasi eskalasi meningkat dari keadaan normal ke kesiagaan penuh sampai penutupan/lockdown, tetapi untuk kembali ke keadaan normal juga perlu persiapan sama pentingnya ketika hendak menutup.

Kita tidak boleh heboh apalagi gegabah, mau tutup atau buka sama pentingnya taruhannya Kesehatan Masyarakat. Kedua langkah tutup atau buka itu memerlukan persiapan yang baik. Ini pekerjaan dari pihak yang diberi otoritas oleh Pemerintah, tentu dengan mempertimbangkan masukan dari semua pihak.

Perlu evaluasi, apakah sistem kesehatan kita dilengkapi dengan perangkat yang memadai untuk merespon penyakit menular? Atau apakah sistem kesehatan kita responsif terhadap penyakit menular, jika ya, sejauh mana dan jika tidak atau belum bagaimna melengkapinya.

Melihat pengalaman COVID-19 dengan dua alasan pokok yang sangat mendasar untuk menimbang dengan baik langkah pemulihan kegiatan ekonomi, masyarakat.

Pertama, dari sisi epidemiologis sangat mungkin terjadi penularan ulang COVID-19 dengan memperhatikan keseimbangan antara lingkungan (Environment), inang (Host) dan Penyebab penyakit (Agent) serta dengan belum diketahuinya kurva penularan gelombang berikut sesudah yang pertama sekarang.

Sambil mempersiapkan pembukaan kegiatan masyarakat siapkan sistem kesehatan yang baik jika ada kasus penularan ulang terjadi, lebih baik dari ketika pertama sekali muncul kasus COVID-19.

Kedua, persiapkan peta pergerakan penduduk terutama di kawasan padat penduduk. Jumlah dan distribusi penduduk yang besar dan tidak merata memerlukan pendekatan berbeda dalam pembukaan.

Penduduk Pulau Jawa yang lebih dari 150 juta jiwa (Worldometer) adalah salah satu contoh cara pelonggaran dan pembukaan yang harus dipersiapkan dengan baik, hati-hati dan teliti. Pemerintah Pusat dan Daerah di Pulau ini mestinya bekerja di bawah Otoritas GTPP COVID-19.

Jika kemampuan kita mengatasi penyakit yang disebabkan mikroorganisme relatif sudah baik, ternyata, bukan hanya kita, Dunia bahkan dunia maju juga, mengalami kesulitan menghadapi varian baru dari Virus Corona.

Ini bagian dari Tujuan 3 Pembangunan Berkelanjutan yang masih tersisa untuk dibicarakan pada berbagai tingkat global, regional, nasional dan lokal pada Forumnya. Konsep pengelolaan penyakit menular jangan didekati berdasarkan konsep politik Pusat dan Daerah.

Ini memerlukan konsep lain, Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat.
Pemerintah memiliki banyak hal, termasuk memiliki kemampuan membuat Sitrep/Infogram yang baik untuk menjamin keberhasilan Pengelolaan Kesehatan Masyarakat karena Penyakit Menular ke depan.(*)

Sahat Marojahan Doloksaribu, penulis  adalah Pemerhati Pembangunan Berkelanjutan, Pendiri UMS, Ugla Mentawai Simariu-riu.