JAKARTA (IndependensI.com) – Kementerian BUMN diminta mengawasi BUMN PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Kinerja BUMN ini dinilai mengalami penurunan, sehingga harga saham turun drastis. Hal itu disampaikan Ketua Forum Jurnalis Jakarta, Ahmad Yuslizar di Jakarta, Senin (11/9/2017).
Dicontohkan, publikasi laporan keuangan semester I 2017 PT Perusahaan Gas Negara, meskipun dilakukan pada saat akhir menjelang libur panjang Iedul Adha, nyatanya tidak mampu menahan penurunan saham PGAS yang makin hari semakin mengkhawatirkan para pemegang saham.
Dalam tempo 5 hari, kata Ahmad Yuslizar, para investor saham PGAS telah mengalami kerugian sebesar Rp 380 per sahamnya. Sayangnya hal ini tidak menarik perhatian OJK ataupun Kementrian Keuangan. Padahal banyak pemegang saham minoritas sudah kehilangan ratusan atau bahkan miliaran rupiah dana tabungan ataupun dana pensiun mereka.
Jika ditelisik lebih jauh lagi, katanya, penurunan kinerja PGAS ini dimulai sejak kwartal I, 2013 dimana saat itu PGAS diperdagangkan pada kisaran enam ribuan rupiah per sahamnya. Sejak itu nilai PGAS terus terdilusi hingga menembus Rp. 2000 per saham pada Senin, 4 September 2017.
Kondisi ini menggelisahkan sebagian besar pemegang saham karena mereka menganggap angka 2000 ini sebagai batas terbawah dan apabila terlewati hampir pasti PGAS menuju Rp. 1000 per saham atau bisa kurang dari itu.
Kinerja PGAS yang terus merosot ini luput dari perhatian berbagai pihak yang semestinya mengawasi. Tidak adanya komentar dari OJK mungkin karena pimpinannya masih baru dan masih perlu banyak belajar.
Padahal kalau kita klik laman OJK disitu jelas tertulis tujuan OJK yang ke 3 adalah mampu melindungi konsumen dan masyarakat. Nyatanya, investor PGAS, baik sebagai konsumen pasar modal maupun masyarakat, sudah dirugikan. Jadi kapan dan bagaimana mereka akan dilindungi jika OJK saja sudah tidak perduli.
Anehnya lagi, Mentri Keuangan yang hebat itu kok tidak merasa dirugikan padahal nilai saham dan dividen yang diterima dari PGN selama bertahun-tahun menguap triliunan rupiah. Oh, mungkin nilainya tidak seberapa dibanding pajak barang mewah milk Rafi ataupun Hotman Paris yang sedang dikejar-kejar.
Kementrian BUMN lebih parah lagi, laba dan nilai saham turun terus bertahun-tahun kok dibiarkan, kok tidak dicurigai, masa sih tidak ada yang salah dengan kebijakan pengurus perseroan? Alih-alih diganti, pengurus perseroan malah diganjar dengan kenaikan gaji yang sudah ratusan juta dan pemberian tantiem yang nilainya miliaran rupiah serta tidak pernah turun. Sangat kontras dengan harga saham dan laba Perseroan yang dipercayakan kepada mereka untuk dikelola dengan baik.
Contoh aksi korporasi teranyar yang menjadi pertanyaan adalah kondisi kahar lapangan Kepodang, yang disampaikan Petronas awal Juni lalu. Lapangan gas yang baru berproduksi akhir 2015 lalu ternyata tidak mampu lagi mengalirkan gas setelah tahun 2018.
Padahal kontraknya sampai 2026. Lalu bagaimana dengan investasi Saka (anak usaha PGN) yang nilainya puluhan juta dolar dan bagaimana pula dengan pipa gas Kepodang Tambak Lorok yang nilainya ratusan juta dolar. Memperhatikan investasi bodong Saka di lapangan Kepodang, bagaimana dengan investasi hulu lainnya? Kok tidak ada yang memeriksa?
Floating Storage Regasification Unit (FSRU) yang katanya kasusnya sudah masuk ke Kejaksaan, bagaimana utilisasi FSRU tersebut? Apa sudah termanfaatkan secara optimal, ratusan juta dolar loh investasinya, belum lagi biaya operasi tahunannya yang mencapai lebih dari seratus juta dolar.
“Info yang kami punya menyatakan FSRU terse but nyaris tidak beroperasi sejak 2014. Jika memang demikian kondisinya Direksi PGN semestinya mencontoh manajemen Petronas yang berani megabil keputusan yang sulit demi melindungi pemegang Sahamnya. Jangan karena takut diperiksa kejaksaan kerugian dari pengoperasian FSRU terus ditutup-tutupi,” kata Ahmad Yuslizar.
Menurut dia, tindakan dan reaksi cepat atas aksi korporasi yang sudah dan berpotensi merugikan sangat menentukan besaran risiko investasi di pasar modal. Para investor BEI sangat membutuhkan perlindungan dan kepedulian Pemerintah atas dana yang mereka investasikan.
“Jangan biarkan tabungan dan dana pensiun mereka terus tergerus dengan membiarkan pengurus perseroan menutupi aksi korporasi yang merugi demi menyelamatkan kepentingan mereka masing-masing. Kepada pengurus PGN, semoga apa yang telah anda lakukan dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Ahmad Yuslizar.