Bangun Infrastruktur, PUPR Menganut Prinsip Indonesia Sentris

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Target pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian PUPR.  Menurut Danis H. Sumadilaga, pembangunan infrastruktur oleh Kementerian PUPR telah menganut prinsip Indonesia sentris karena dilakukan di berbagai wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Dari sisi konektivitas, target pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan hingga 2019 adalah untuk membuka keterisolasian dan menurunkan biaya logistik melalui penambahan panjang jalan baru sepanjang 2.600 km. Pembangunan jalan dan jembatan baru banyak dilakukan di kawasan timur Indonesia seperti di Trans Kalimantan, Trans Papua, jalan perbatasan di Papua, Kalimantan dan NTT dimana hingga tahun 2017 sudah terbangun 2.623 km atau telah melebihi target.

Salah satunya pembangunan Jalan Perbatasan Kalimantan dengan panjang mencapai 1.921 km ditargetkan tembus seluruhnya tahun 2019. Saat ini sudah berhasil ditembus oleh Kementerian PUPR bersama Zeni TNI sepanjang 1.588 km. Sementara untuk target pembangunan jembatan sepanjang 29.859 m, sudah terbangun hingga Oktober 2017 sepanjang 25.149 m.

Terkait target pembangunan jalan tol (2015-2019) sepanjang 1.000 km, pada akhir tahun 2017 akan selesai sepanjang 568 km. Namun Kementerian PUPR optimis pada tahun 2019, jalan tol yang dapat diselesaikan bisa mencapai 1.851 km.

Untuk mendukung ketahanan pangan dan air, pembangunan 65 bendungan di berbagai wilayah Indonesia yang terdiri dari 49 bendungan baru dan 16 bendungan lanjutan akan menambah tampungan air Indonesia sebesar 19,1 miliar m3. Pembangunan bendungan sangat vital untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air baku, pengendalian banjir, pembangkit listrik serta memiliki potensi pariwisata.

Dalam kurun 3 tahun (2015-2017) hingga tahun 2017 telah dalam proses pembangunan sebanyak 39 bendungan, dimana 30 bendungan diantaranya adalah bendungan yang mulai dibangun sejak akhir tahun 2015. Sementara untuk bendungan yang telah selesai hingga kini adalah 7 bendungan yakni Bendungan Rajui, Jatigede, Bajulmati, Nipah, Titab, Paya Seunara, dan Teritib. Pada 2017 ditargetkan tambahan dua bendungan lagi selesai yaitu Bendungan Raknamo di NTT dan Tanju di NTB.

Sementara itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional penambahan luas layanan irigasi bendungan dari semula 761.542 Ha (11%) menjadi 859.626 Ha (12,9%), peningkatan tampungan air sebesar 1.031 juta m3, penambahan pasokan air baku sebesar 5 m3/dtk, serta potensi energi sebesar 112 MW. Selain bendungan, dalam tiga tahun ini juga telah terbangun jaringan irigasi permukaan 529.335 hektar dari target lima tahun sebanyak 1 juta hektar.

Di sektor infrastruktur permukiman, dari target tambahan pasokan air minum 34.319 liter/detik hingga tahun 2019, dalam tiga tahun ini telah mencapai 16.117 liter/detik. Target infrastruktur sanitasi dan persampahan yang bisa melayani 12,1 juta kepala keluarga, dalam tiga tahun telah mencapai 7,7 juta kepala keluarga. Sementara untuk penataan kawasan permukiman yang ditargetkan bisa tertangani seluas 38.431 hektar, hingga 2017 telah ditangani 6.763 hektar atau 17,55. Diperkirakan hingga tahun 2019, target penanganan kumuh kemungkinan besar tidak tercapai.

“Penataan kawasan permukiman perkotaan kemungkinan tidak tercapai, mengingat kompleksitas  masalah sosial. Sebelumnya dibutuhkan waktu yang cukup untuk sosialisasi kepada masyarakat serta diperlukan kerjasama berbagai pihak. Tidak mudah menata kawasan kumuh, apalagi jika harus memindahkan keluarga atau komunitas,”jelas Danis.

Sementara untuk Program Satu Juta Rumah, dalam 3 tahun telah dibangun 2,2 juta unit rumah dimana 15% pendanaannya berasal dari stimulan APBN. “Kita mendorong badan usaha untuk lebih aktif membangun rumah MBR, salah satunya melalui konsep hunian terintegrasi dengan stasiun kereta atau TOD yang sudah diresmikan diantaranya Pondok Cina, Tanjung Barat, dan Senen. Hunian TOD ini rencananya juga akan dibangun di Depok dan Bogor,” tegas Danis.

Terobosan ini tentunya akan mengurangi secara bertahap backlog perumahan di Indonesia yang saat ini mencapai 11,4 juta unit rumah yang didukung kebijakan pemerintah melalui penyederhanaan perijinan dan memangkas perijinan yang kurang produktif.