Seorang perempuan memegang foto mendiang Raja Bhumibol Adulyadej jelang upacara kremasi di Bangkok, Thailand, Kamis (26/10/2017). (AFP)

Naik dan Turunnya Kepemimpinan Raja Bhumibol

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Sebagian besar orang Thailand hanya merasakan kepemimpinan satu raja sepanjang hidupnya. Raja Bhumibol Adulyadej memegang rekor sebagai pemimpin monarki paling lama hingga kematiannya di usia 88 tahun pada 13 Oktober 2016.

Sepanjang kepemimpinannya, Bhumibol mengalami banyak tantangan. Dia terus menghadapi gelombang unjuk rasa dan kudeta selama tujuh dasawarsa bertakhta. Namun raja bergelar Rama IX itu selalu mampu menyatukan rakyatnya.

Perdana menteri dan kabinetnya bisa tidak dipercaya oleh rakyat Thailand. Junta militer juga bisa kehilangan dukungan rakyat. Hanya Bhumibol selalu dipercaya. Titah dan sabdanya selalu didengar oleh militer, eksekutif, dan rakyat.

Upacara kremasi mendiang Raja Bhumibol Adulyadej berlangsung di Bangkok, Thailand, Kamis (26/10/2017).

Berikut adalah beberapa peristiwa penting dalam kepemimpinan Bhumibol yang berhasil dihimpun IndependensI.com.

9 Juni 1946: Bhumibol tampil sebagai pewaris takhta di usia 18 tahun setelah kakaknya tewas tertembak di Istana Kerajaan di Bangkok.

5 Mei 1950: Setelah menyelesaikan studinya di Swiss, dia kembali ke Thailand untuk ditahbiskan sebagai raja. Upacara dilakukan satu pekan setelah dia menikahi sepupunya, Ratu Sirikit.

Oktober 1973: Sejumlah orang tewas dalam aksi unjuk rasa yang dibubarkan militer. Sang raja mengeluarkan intervensi politik pertamanya untuk mengganti perdana menteri.

Oktober 1976: Milisi sayap kanan, yang didukung kaum bangsawan, membunuh puluhan pelajar sayap kiri yang berunjuk rasa menentang kembalinya diktator Thailand dari pengasingan. Pembunuhan itu memicu kudeta yang meruntuhkan demokrasi dan mengembalikan militer ke tampuk kekuasaan. Bhumibol kemudian merestui kudeta tersebut sekaligus menegaskan sikapnya sebagai pemimpin anti-komunisme di Asia Tenggara.

Mei 1992: Puluhan pengunjuk rasa pro-demokrasi terbunuh dalam peristiwa “Mei Kelam” di Bangkok. Pemimpin junta, Jenderal Suchinda Kraprayoon melanjutkan pemerintahan sebagai perdana menteri. Raja memanggil sang jenderal dan pemimpin pro-demokrasi ke istana. Upaya rekonsiliasi itu berlangsung dramatis dan disiarkan langsung televisi. Suchinda kemudian mengundurkan diri.

11 Oktober 1997: Raja meresmikan undang-undang yang paling progresif dalam rangka reformasi politik dan demokrasi.

April 2006: Pemilihan umum Thailand tidak menghasilkan pemerintahan yang kuat sehingga melumpuhkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Di tengah kebuntuan, raja mengecam Mahkamah Agung karena gagal bertindak dan pemilu kemudian dinyatakan tidak sah.

19 September 2006: Terjadi kudeta tidak berdarah yang menggulingkan Thaksin selagi Bhumibol menghadiri Sidang Umum PBB. Kudeta itu menyulut sengketa politik berkepanjangan antara pendukung Thaksin, yang sebagian besar adalah rakyat pedesaan, dan kaum elite Bangkok yang didukung militer, pengusaha, dan birokrat.

Agustus 2009: Raja mengeluarkan sabda yang disiarkan secara langsung di televisi dan radio. Dia mengingatkan bahwa Thailand bisa hancur jika semua kelompok tidak mau bersatu.

September 2009: Raja mengalami sakit parah untuk pertama kali sepanjang hidupnya. Dia harus dirawat di rumah sakit karena infeksi paru-paru. Sejak itu, Bhumibol terus keluar-masuk rumah sakit.

April-Mei 2010: Bhumibol lebih banyak diam selama militer bertindak menghadapi pengunjuk rasa “Kaus Merah” pendukung Thaksin. Pertikaian ini menyebabkan lebih dari 90 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.

22 Mei 2014: Angkatan bersenjata Thailand kembali berkuasa setelah menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, adik bungsu Thaksin. Istana kembali merestui kudeta tersebut.

5 Mei 2015: Bhumibol tampil kembali di depan umum dalam upacara peringatan 65 tahun takhtanya. Pada Desember 2015, dia tampil terakhir kali di depan umum.

9 Oktober 2016: Sekitar satu bulan setelah raja dirawat karena infeksi darah, tim dokter kerajaan mengatakan kondisi kesehatannya kritis.

13 Oktober 2016: Raja Bhumibol meninggal pada pukul 15.52 waktu setempat. Segenap penjuru Thailand pun berduka. Putra tunggalnya, Maha Vajiralongkorn, mewarisi takhta dengan gelar Rama X.