Hindari Politisasi APBN di Tahun Politik

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Anggota Badan Anggaran DPR Andi Akmal Pasluddin mengingatkan agar alokasi anggaran terhadap program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak terjebak ke dalam stigma politisasi APBN.

“Pemerintah punya tantangan besar, bahwa kenaikan secara signifikan anggaran sosial dan kesejahteraan dan menurunnya kenaikan anggaran infrastruktur terbebas dari stigma politisasi APBN,” kata Andi Akmal Pasluddin di Jakarta, Jumat (27/10/2017).

Politisi PKS itu mengingatkan, program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar, Jaminan Nasional Kesehatan (JKN) bagi warga miskin, bantuan pangan, Bidik Misi, dan dana desa harus terbebas dari stigma tahun politik menjelang pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu 2019.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah dinilai harus mampu merealisasikan APBN bidang sosial kesejahteraan dengan tidak hanya bagi-bagi dana, tetapi lebih kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat.

“Sehingga jargon pengentasan kemiskinan pada APBN 2018 bukan sekedar pencitraan, sehingga memang terbukti akan menaikkan pertumbuhan ekonomi 2018 yang sebelumnya berkisar 5,4 persen sekaligus mengurangi angka kemiskinan,” tegasnya sebagaimana dikutip Antara.

Ia berpendapat, berbagai program bidang sosial kesejahteraan itu adalah bagus namun bila terjadi penyelewengan di lapangan akibat pengawasan yang lemah, maka akan terjadi stagnasi kualitas pembangunan manusia Indonesia.

Andi Akmal menyatakan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah tahun 2018, perlu diprioritaskan pada petani dan nelayan, karena angka kemiskinan masih didominasi kelompok tersebut.

Lembaga Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran bagi berbagai program yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di Tanah Air.

“Pemerintah sebaiknya mengalokasikan ulang anggaran untuk program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sejahtra (KIS) dan kartu Indonesia Pintar (KIP),” kata Kepala Bagian Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi.

Menurut Hizkia Respatiadi, anggaran untuk benih, pupuk dan beras subsidi cukup besar senilai Rp52 triliun, atau dua kali lipat dari ketiga program sebelumnya.

Pemerintah, lanjutnya, dinilai juga dapat menerapkan program yaitu Asuransi Pertanian untuk Petani Padi (AUTP).

“Asuransi ini bertujuan untuk mengompensasi kehilangan pendapatan petani akibat gagal panen yang disebabkan oleh banjir, kekeringan, hama maupun penyakit tanaman,”katanya.

Berdasarkan penelitian dari CIPS, di beberapa daerah seperti Indramayu, Jawa Barat, Kebumen dan Cilacap di Jawa Tengah, kebanyakan petani menilai program bantuan yang diberikan pemerintah kurang efektif untuk memperbaiki kesejahteraan mereka.

Hizkia mencontohkan subsidi benih, di mana ada petani yang menilai program itu kurang efektif untuk membantu mereka karena benih subsidi berisiko berkualitas buruk, serta memiliki ketidakpastian distribusi sehingga lebih memilih benih nonsubsidi.