Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara. (Ist)

BI: Sebagian Besar Pemilik Rekening Bank, Penabung Besar

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan sekitar 55,8 persen pemilik rekening di perbankan adalah penabung besar yang memiliki dana rata-rata di atas Rp2 miliar.

Menurut Mirza pada pelatihan wartawan daerah Bank Indonesia 2017 di Jakarta, Selasa (21/11/2017), berdasarkan data Bank Indonesia, saat ini terdapat 206 juta pemilik rekening di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, pemilik rekening dengan nilai di atas Rp2 miliar hanya sekitar 239 orang. Namun, dari 239 orang itu, dananya mencapai Rp2.867 triliun dari Rp5.013 triliun dana perbankan.

Para pemilik dana besar tersebut, rata-rata menyimpan dananya di deposito dan produk-produk perbankan lain yang menawarkan suku bunga tinggi.

Biasanya, para pemilik dana besar tersebut akan mempunyai hak tawar cukup tinggi terhadap perbankan, bila suku bunga yang ditawarkan tidak menarik, para pemilik dana bisa mengalihkan dananya.

“Karena itu, perbankan mau tidak mau harus bisa memberikan penawaran menarik kepada 55,8 persen pemilik dana tersebut agar mereka tidak pindah, antara lain dengan mempertahankan suku bunga tinggi,” katanya.

Kondisi tersebut, tambah dia, berbeda dibanding dengan nasabah dengan dana di bawah Rp2 miliar, yang biasanya menabung di tabungan biasa dan kurang memperdulikan dengan suku bunga.

Bila dana perbankan banyak dimiliki oleh penabung besar yang notabene sangat memperhatikan suku bunga, tambah Mirza, menjaga kondisi ekonomi makro tetap kondusif sangat penting untuk dilakukan.

Beberapa langkah untuk menjaga ekonomi makro tetap kondusif antara lain dengan menjaga inflasi tetap rendah secara terus menerus.

Bila inflasi tetap terjaga dengan nilai rendah, nilai rupiah akan tetap stabil sehingga suku bank bank tetap terjaga dengan baik.

Inflasi bisa terjaga dengan baik bila harga kebutuhan pokok dan sektor riil lainnya juga terjaga dengan baik, terutama dengan pasokan barang dan jasa.

Menjaga hal tersebut, saat ini Bank Indonesia telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di seluruh wilayah Indonesia.

“Alhamdulilah, sejak tiga tahun terakhir, inflasi kita tetap terjaga dengan angka cukup rendah, inflasi tinggi bisa mengganggu daya beli masyarakat,” katanya.

Upaya lainnya, yaitu menjaga masuknya devisa, melalui ekspor, yang kini kembali bergeliat terutama sektor tambang batu bara dan karet.

Walaupun kenaikannya belum pulih seperti pada 2010, namun hal tersebut, sudah cukup bagus, walaupun pemerintah harus cepat untuk mencari terobosan baru pendapatan devisa dari nontambang.

Pada 2010, harga batu bara mencapai Rp170 dolar, kemudian saat krisis terjadi harganya anjlok hingga 40 dolar AS, dan kini kembali naik hingga 90 dolar AS.

Apakah mungkin, harga batu bara kembali pulih,? katanya. Kemungkinan sulit karena kini negara-negara importir mulai banyak mengembangkan teknologi ramah lingkungan sehingga pemerintah harus mencari terobosan baru untuk mengganti ekspor tambang ke sektor yang lainnya.

Kini pemerintah sedang berupaya menggenjot sektor pariwisata. Indonesia berada di posisi sembilan dari 10 negara di Asia.

“Selain itu, masih banyak faktor yang harus dilakukan, untuk menjaga inflasi tetap terjaga dengan baik,” katanya. (Ant)