Dekat Kantor Camat dan PJR Warung Remang-remang Dibiarkan, Sementara Gereja Digusur

Loading

PEKANBARU (IndependensI.com) – Masih ingat berita viral Gereja Diaspora di Provinsi Riau yang ditutup oleh Pemerintah dan kaum intoleran?  Nah,  Gereja itu hingga kini tak bisa difungsikan lagi oleh karena masyarakat dan Pemerintah setempat tidak setuju dengan pendirian Gereja.   Alasannya adalah karena lokasi pembangunan Gereja berada di daerah yang mayoritas warganya beragama Islam dan di pusat keramaian.
Kini Gereja GBI Diaspora masih menumpang di rumah salah satu jemaat yang jauh dari keramaian. “Untuk saat ini kami belum dapat membeli tanah untuk lokasi yang diijinkan oleh Pemerintah setempat,  dan kami masih menumpang beribadah di rumah salah satu jemaat saat ini,” ujar Pendeta Sukani Mandofa.
Warga Gereja GBI bisa beribadah di lokasi lain yang jauh dari keramaian, tetapi di rumah warga. “Kami sudah diizinkan kok beribadah ke lokasi sepi,  tapi yang menjadi pertanyaannya, nanti kalau sudah ramai di lokasi yang disetujui masyarakat itu, apakah tidak ada lagi penggusuran setelah ramai?,” katanya.
Menjadi ironis adalah ketika Gereja  ditutup oleh kaum intoleran dan didukung oleh Pemerintah setempat,  sementara warung remang-remang dekat kantor Camat dan PJR (Polisi Jalan Raya) dibiarkan Pemeritah beroperasi. Malah terkesan dilindungi, sehingga warung remang-remang itu bebas beroperasi.
Salah satu warga yang tidak bersedia disebut namanya,  mengkritisi Pemerintah karena hingga saat ini warung remang-remang di jalan Lintas Besar Km 39 Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya,  Kabupaten Rokan Hilir – Riau,  dekat kantor Camat dan PJR tetap beroperasi.
“Sangat aneh ya,  Bapak Camat tahu penutupan gereja di Balai Jaya tapi warung Remang-remang dekat kantornya sendiri ‘mosok’ tidak tahu?,” ujarnya.
Sementara itu Camat Balai Jaya, Samsuir, Sabtu (7/7/2018) mengakui adanya warung remang-remang yang beroperasi di jalan Lintas Besar Balai Jaya. “Itu soal warung remang-remang dekat Kantor PJR ya di KM 39, nanti saya koordinasi sama Satpol PP,”ujarnya.
Ditanya wartawan IndependensI.com kenapa gereja yang jelas-jelas tempat orang beribadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa diganggu dan diusir, sementara warung remang-remang dibiarkan menjamur?  Camat Balai Jaya, Samsuir hanya menjawab secara singkat dan cenderung menghindar.  “Aduh jangan gitulah”,kata Samsuir mengakhiri pembicaraan. (Mangasa Situmorang)

7 comments

  1. lebih mudah mengurus izin Discotic,cafe dan panti pijat di wilayah yg warganya mayoritas menganut agama yang “katanya” paling toleran dripada mengurus pendirian tempat ibadah (gereja)
    ……….ironis…….

  2. Di Menado juga gak kech gitu, seharusnya pemerintah memperhatikan hal2 yang seperti ini, Karena telah melanggar UUD, “bahwa setiap warga negara berhak untuk memeluk Agama dan Kepercayaannya masing-masing”…kebebasannya dimana? Tolong jangan menutup Mata terhadap perlakuan yang menyimpang terhadap kaum Minoritas,…

  3. Da biasa disana bgtuan ..saya masyakat saya terkadang merasa sedih..harus beribadah jauh dari tempat tinggal.

  4. Adu kasian rmh ibadh di gusur sedangkan warung2nya nggak digusur, itu menjadi pertanyaan besar oleh kaum Kristiani…..ada apa, dan kenapa dan mengapa bisa terjadi?

  5. Hai, camat !
    Berbuat adillah tanpa diskriminasi, tahukah anda di Pulau Nias yang 99% Kristen tak ada perlakuan seperti itu, datanglah..saksikan sendiri dipusat kota Gunungsitoli berdiri megah Mesjid Raya, dan sekolah-sekolah punya mushola.
    Dan yang terpenting di Pulau Nias bersih dari warung-warung maksiat.
    Tolonglah bertindak tegas sesuai aturan konstruktif konstitusi NKRI.

    1. mungkin krn yg remang2 itu memberikan kontribusi/pajak utk pemerintah setempat. Klo gereja kan nggak. Kaliiiiii

Comments are closed.