Presiden Ingatkan Kebebasan Terikat Aturan dan Konstitusi

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo mengapresiasi para Aktivis 98 yang telah memperjuangkan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Namun demikian, Presiden mengingatkan bahwa kebebasan ini tidak bisa semaunya karena terikat oleh aturan dan konstitusi.

Hal tersebut disampaikan Presiden dalam sambutannya saat menutup acara Rembuk Nasional Aktivis 98 di Hall Tengah, Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, Sabtu, 7 Juli 2018.

“Kita harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada gerakan aktivis 98 yang pada tahun itu memperjuangkan hadirnya kebebasan berekspresi, berpendapat, dan kebebasan pers di Republik ini. Tetapi sekali lagi kebebasan itu bukan kebebasan yang semau-maunya. Kebebasan itu bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya karena kita diikat oleh aturan, kita diikat oleh konstitusi kita,” kata Presiden.

Presiden juga mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat ini bukan berarti kebebasan untuk saling mencela, mencemooh, dan mengadu domba saudara sebangsa dan setanah air. Sebab, menurutnya, persatuan dan persaudaraan adalah aset besar bangsa Indonesia.

“Karena aset besar bangsa Indonesia adalah persatuan, aset besar bangsa Indonesia adalah persaudaraan di antara suku-suku, di antara daerah-daerah yang berbeda-beda tradisi, adat, dan bahasa. Inilah yang harus kita sadari bersama,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Presiden mengimbau masyarakat dan aktivis yang hadir untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Presiden berpesan agar masyarakat jangan terpecah hanya karena perbedaan pilihan politik.

“Marilah kita bersama-sama untuk menjaga persatuan. Silakan berbeda pendapat, berbeda pilihan politik karena yang dibangun oleh gerakan aktivis 98 adalah masyarakat yang demokratis. Silakan beda pilihan untuk calon walikota, bupati, gubernur, presiden silakan. Tetapi ingat bahwa kita adalah saudara sebangsa dan setanah air. Jangan karena berbeda politik, berbeda pilihan politik saling mencela, saling mencemooh, saling menjelekkan. Itu bukan etika dan budaya bangsa kita Indonesia,” imbuhnya.