Kementan Beri Dukungan Pengembangan Budidaya Komoditas Hortikultura

Loading

KERINCI (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan perhatian cukup besar untuk pengembangan budidaya komoditas hortikultura di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Di tahun 2019, alokasi anggaran untuk pengembangan kawasan sayuran dan buah-buahan sebesar Rp 5,3 miliar untuk dimanfaatkan secara tepat sasaran sehingga berdampak pada peningkatan produksi serta kesejahteraan petani.

Berkat program tersebut, menjadikan Kabupaten kerinci sebagai sentra produksi sayuran yang berkembang semakin maju. Terbukti, Haji Hermawis salah seorang petani bawang merah dari Kayu Aro Kerinci mengungkapkan penghasilkan yang fantastis dari budidaya bawang merah.

“Saya tanam bawang merah varietas Baki Adro. Ini varietas lokal, biaya produksi sekitar Rp 40 hingga 50 juta per hektar, hasilnya bisa mencapai 20 ton perhektar. Harga sekarang Rp 10 ribu per kg. Jadi ya bersyukur ini rejeki, sudah kelihatan untungnya,” demikian diungkapkan Hermawis saat kunjungan kerja Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi, Sabtu (9/3).

Nasib yang sama pun dialami Romi, petani cabai di Kayu Aro. Romi mengatakan dirinya menanam cabai menggunakan varietas lokal yakni jenis loker alias lombok kerinci. Biaya produksi Rp 60 sampai 70 juta per hektar.

“Tanamannya tinggi, hasil panen mencapai 32 sampai 40 ton per hektar. Harga jual kini Rp 10 ribu per kg. Artinya sangat untung,” ujarnya.

Selanjutnya Afrizal, petani kentang varietas granola. Ia menuturkan bila menggunakan benih dari hasil panen sendiri sekitar Rp 40 juta per hektar. Akan tetapi, bila benihnya melalui pembelian, biayanya mencapai Rp 60 juta per hektar.

“Hasil produksi dari benih sendiri 15 ton per hektar. Kini harga kentang sedang turun dan bila harga normal minimal bisa Rp 7 ribu per kg,” tutur dia.

Demikian juga diungkapkan Reno Efendi petani kentang dari Kecamatan Kayu Aro Barat. Reno mengungkapkan menanam kentang varietas granula, seluas enam hektar. Biaya produksi sekitar Rp 60 juta perhektar, hasil 17 sampai 20 ton per hektar dengan harga normal Rp 7 ribu per kg.

“Kami menggunakan pupuk dan pestisida sangat rendah karena tanahnya subur. Di sini air tersedia sepanjang waktu sehingga bisa tanam terus menerus,” ungkapnya.

Masih di tempat yang sama, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kerinci, Radium Halis mengatakan wilayah Kayu Aro merupakan sentra sayuran. Di antaranya kentang, cabai, bawang merah, kubis, kol dan lainnya.

“Potensi lahan di sini sangat luas dan subur. Kami dorong terus petani meningkatkan produksi, diberi pelatihan dan pendampingan,” katanya.

“Produk sayuran Kerinci sudah merambah pasokan ke Sumbar, Jambi, Sumsel bahkan masuk ke Jakarta,” pinta Radium.

Dirjen Hortikultura, Suwandi menjelaskan budidaya sayuran di wilayah Kayu Aro dikembangkan dengan pendekatan kawasan. Dengan demikian, hulu hingga hilir dikelola secara komprehensif.

“Ini kawasan sudah pada kelas mantap, aspek hulu dan on-farm sudah maju dan sudah saatnya untuk hilirisasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dirjen termuda lingkup Kementan ini menegaskan sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, petani sayuran Indonesia diharapkan naik kelas. Generasi muda terjun ke lapangan menjadi petani milenial.

“Caranya, petani harus efisienkan biaya produksi, bangun koperasi dan bermitra dengan pelaku usaha, supermarket, eksportir dan lainnya. Harapannya petani harus berpikir lebih maju,” beber Suwandi

Namun demikian, Suwandi pun menjelaskan untuk mensiasati melimpahnya produksi, yakni harus diatasi bersama-sama, petani jangan berjalan sendiri sendiri. Pertama, efisienkan biaya produksi dengan menggunakan benih unggul dan pestisida maupun pupuk organik dan hayati dari buatan sendiri dari bahan yang ada di sekitar.

“Kedua, melakukan budidaya sayuran dengan sistem tumpang sari. Alhasil, petani tidak bergantung pada satu komoditas saja,” sebutnya.

Ketiga, membentuk koperasi dan sejenisnya. Dengan koperasi, ibarat sapu lidi, petani bersama-sama akan menjadi kuat, sehingga petani setelah berkelompok menjadi naik kelas.

“Koperasi bisa melayani input sehingga benih unggul, pupuk, pestisida seragam diterima petani dan sekaligus sebagai sarana transfer teknologi sehingga sayuran dihasilkan berkualitas tinggi yang seragam,” tutur Suwandi.

Dengan koperasi, sambung suwandi, petani pun mudah bermitra mendapatkan akses pembiayaan, kredit, asuransi dan pemasaran bersama pelaku pasar modern hingga eksportir. Petani juga mendapatkan akses hilirisasi dengan mudah.

“Bahkan ke depan agar dikembangkan pasar lelang sayuran dan pemasarannya secara online,” terangnya.

“Menariknya lagi, petani tidak hanya jual dalam bentuk sayuran segar, tapi bentuk olahan, industri skala rumah tangga seperti yang sudah dibuat bawang goreng dan cabai bubuk olahan dari Kelompok Usaha Bersama di Kayu Aro ini,” tandas Suwandi.