Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung

Menteri Keuangan Sri Mulyani Senang Pemerintah Indonesia Menang Lawan IMFA

Loading

Jakarta (Independensi.com) Menteri Keuangan Sri Mulyani senang karena pemerintah Indonesia diwakili Kejaksaan Agung melalui bidang Datun selaku Jaksa Pengacara Negara sebagai leading sector menang gugatan Arbitrase yang diajukan Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) ke Pengadilan Arbitrase di Den Haag, Belanda.
Apalagi dengan kemenangan tersebut pemerintah Indonesia berhasil menyelamatkan uang negara sebesar 469 juta dolar Amerika atau kurang lebih Rp 6,68 triliun setelah gugatan IMFA ditolak atau tidak dikabulkan Pengadilan Arbitrase.
“Karena kalau kita kalah atau gagal tentu kita harus membayar IMFA dan sekaligus ongkos perkara,” kata Sri Mulyani didampingi Jaksa Agung HM Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (1/4/2019) sore.
Sri Mulyani mengatakan IMFA sebelumnya malah mengklaim tuntutan ganti rugi lebih besar yaitu 581,1 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,2 triliun. Namun dia bersyukur gugatan IMFA ditolak dan malah dihukum harus membayar biaya yang dikeluarkan pemerintah Indonesia selama proses sidang.
Menkeu menyebutkan biaya yang harus dibayar IMFA kepada pemerintah Indonesia yaitu 2,9 juta dolar Amerika atau setara Rp42,2 miliar dan 361.247 poundsterling atau setara Rp 6,7 miliar. “Jadi hampir Rp 50 miliar,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Sementara itu Jaksa Agung Prasetyo mengatakan keberhasilan pemerintah Indonesia memenangkan gugatan dicapai dengan jalan yang panjang sejak digugat tahun 2015 oleh IMFA.
Gugatan IMFA ditolak setelah Majelis Arbiter dalam putusannya menerima bantahan Pemerintah RI soal temporal objection yang pada pokoknya menyatakan permasalahan tumpang tindih dan batas wilayah adalah permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia.
“Sehingga dalam hal IMFA melakukan due diligence dengan benar, maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya Pemerintah RI, sebagai negara tuan rumah, tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri,” kata Prasetyo.
Seperti diketahui IMFA mengajukan gugatan setelah terjadi tumpang tindih IUP (Izin Usaha Pertambangan) untuk batubara di Barito Timur, Kalimantan Tengah yang dimiliki PT SRI dengan tujuh perusahaan lain akibat permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.
Dalam gugatan itu IMFA yang membeli PT SRI semula menuntut ganti rugi 581,1 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 8,2 triliun kepada pemerintah Indonesia. Namun belakangan nilai gugatannya berubah menjadi 469 juta dolar Amerika atau sekitar Rp6,68 trilun dan akhirnya ditolak Pengadilan Arbitrase.(MUJ)