Tito Hananta Kusuma dari Forum Advokat Spesialis Korupsi (FASK).(ist)

FASK: Hormati Independensi MA “Korting” Hukuman bagi Koruptor

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Mahkamah Agung belakangan ini mendapat sorotan tajam dari sejumlah kalangan karena sejumlah putusannya yang mengkorting atau mengurangi hukuman bagi para koruptor pada tingkat Peninjauan Kembali atau PK.

Tidak sedikit pihak yang kontra putusan pengurangan hukuman bagi koruptor. Di sisi lain ada juga yang pro atau mendukung Mahkamah Agung seperti dari FASK (Forum Advokat Spesialis Korupsi).

FAST dengan pendiri RM Tito Hananta Kusuma dan Kabid Komunikasi, Antonius Eko Nugroho menegaskan sangat mendukung Mahkamah Agung mengkorting hukuman terpidana kasus korupsi.

“Karena MA sebagai benteng terakhir keadilan memiliki kewenangan hukum untuk menjatuhkan putusan paling akhir dari proses peradilan yaitu PK, dan itu wajib kita hormati,” tutur Tito dari FASK kepada wartawan di Jakarta, Kamis (1/10)

Dikatakannya juga semua lembaga hendaknya menghormati independensi dari Mahkamah Agung. “Termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepatutnya menghormati Mahkamah Agung,” katanya.

Dia menjelaskan pengurangan hukuman adalah bagian dari hak asasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk melanjutkan kehidupannya.

“Karena dari penelitian kami, orang yang sudah terjerat kasus korupsi pada umumnya trauma, dan tidak mau lagi melakukan kegiatan bisnis di pemerintahan, karena resiko korupsinya sangat tinggi,” ujarnya.

Sehingga para terpidana yang sudah keluar, ucap dia, pada umumnya jarang yang kembali terjun ke dunia pemerintahan dan politik karena sudah trauma dengan hukuman penjara yang mereka jalani.

“Terbukti pada kenyataannya, perkara korupsi juga selalu bertambah dan tidak berhenti. Selalu saja ada korupsi yang baru, dan juga tidak ada jaminan pembayaran denda dan kerugian negara yang dibayarkan para terpidana korupsi tidak dikorupsi lagi nantinya, karena masih lemahnya sistem peraturan dan sistem pengawasan,” ujar Tito.

Oleh karena itu FAST mengharapkan lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian hendaknya mulai fokus pada strategi langkah-langkah untuk melakukan pencegahan korupsi dengan melakukan langkah konkrit.

Antara lain, kata Tito, untuk korupsi penyuapan di bidang perizinan, yang diatur dalam asal 5 dan 12 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dapat dicegah dengan cara memberi pembatasan jangka waktu perizinan lembaga maksimal satu bulan.

“Karena dalam praktiknya, jangka waktu yang tidak jelas, menciptakan peluang terjadinya penyuapan,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, untuk tindak pidana korupsi seperti diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, dapat dicegah dengan cara dilakukan audit hukum dan audit keuangan, sebelum perjanjian pengadaan dan proyek ditandatangani oleh PPK atau pejabat pembuat komitmen di setiap lembaga.

“Hal ini agar unsur melawan hukum dan unsur kerugian negara dapat dicegah sedini mungkin itu,” ucapnya. (muj)